
Sabtu, 07 Juli 2007
Lembayung Bali
Menatap lembayung di langit Bali
dan kusadari
betapa berharga kenanganmu
Di kala jiwaku tak terbatas
bebas berandai memulang waktu
Hingga masih bisa kuraih dirimu
sosok yang mengisi kehampaan kalbuku
Bilakah diriku berucap maaf
masa yang tlah kuingkari dan meninggalkanmu
oh cinta
Teman yang terhanyut arus waktu
mekar mendewasa
masih kusimpan senda tawa kita
kembalilah sahabat lawasku
semarakkan keheningan lubuk
Hingga masih bisa kurangkul kalian
sosok yang mengaliri cawan hidupku
Bilakah kita menangis bersama
tegar melawan tempaan semangatmu itu
oh jingga
Hingga masih bisa kujangkau cahaya
senyum yang menyalakan hasrat diriku
Bilakah kuhentikan pasir waktu
tak terbangun dari khayal keajaiban ini
oh mimpi
Andai ada satu cara
tuk kembali menatap agung surya-Mu
lembayung Bali
dan kusadari
betapa berharga kenanganmu
Di kala jiwaku tak terbatas
bebas berandai memulang waktu
Hingga masih bisa kuraih dirimu
sosok yang mengisi kehampaan kalbuku
Bilakah diriku berucap maaf
masa yang tlah kuingkari dan meninggalkanmu
oh cinta
Teman yang terhanyut arus waktu
mekar mendewasa
masih kusimpan senda tawa kita
kembalilah sahabat lawasku
semarakkan keheningan lubuk
Hingga masih bisa kurangkul kalian
sosok yang mengaliri cawan hidupku
Bilakah kita menangis bersama
tegar melawan tempaan semangatmu itu
oh jingga
Hingga masih bisa kujangkau cahaya
senyum yang menyalakan hasrat diriku
Bilakah kuhentikan pasir waktu
tak terbangun dari khayal keajaiban ini
oh mimpi
Andai ada satu cara
tuk kembali menatap agung surya-Mu
lembayung Bali
Kamis, 05 Juli 2007
Pelajaran Dari Siroh Nabi Musa 'Alaihis Salam
Musa 'Alaihis Salam merupakan Nabi Bani Israil teragung. Syari’at dan kitabnya, Taurat, merupakan rujukan seluruh nabi-nabi dari kalangan Bani Israil dan ulama mereka. Pengikut beliau, juga termasuk yang terbanyak setelah ummat Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam. Beliau lahir saat Fir’aun melakukan penindasan yang sadis terhadap Bani Israil. Bayi laki-laki mereka yang baru lahir dibunuh dan kaum wanita ditindas dengan menjadikannya sebagai pengabdi kaum laki-laki dan sasaran penghinaan.
Ketika lahir, ibunda beliau merasa was-was, khawatir anaknya jatuh ke tangan Fir’aun, sebab hal itu bukan mustahil terjadi, mengingat penguasa yang diktator ini banyak mengirim mata-matanya ke seluruh penjuru negeri, khususnya untuk menyelidiki aktivitas kaum wanita Bani Israil yang hamil dan jenis kelamin bayi-bayi mereka yang lahir. Dan apabila yang ditemukan adalah bayi laki-laki, maka dibunuh.
Secara kebetulan, rumah keluarga beliau ditakdirkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala terletak di dataran yang menjorok ke Sungai Nil. Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberikan ilham kepada ibundanya, agar meletakkan sang anak ke dalam peti, lalu dihanyutkan ke laut, sembari mengikatnya dengan tali agar tidak dibawa oleh arus air yang deras. Tetapi, sebagai kasih sayang Allah terhadap ibundanya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepadanya, yang artinya “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa ; “Susuilah dia dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan jangan (pula) bersedih hati, karena sesungguh-nya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul”. (QS: Al-Qashash: 7)
Pada suatu hari, tatkala sang ibu menghayutkan peti yang berisi sang bayi tersayang ke laut, tiba-tiba tali pengikatnya lepas, sehingga terbawa oleh arus. Rupanya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menakdirkan peti tersebut jatuh ke tangan keluarga Fir’aun, kemudian diserahkan kepada isteri Fir’aun, Asiah.
Saat melihat rupa bayi tersebut, dia sangat senang sekali. Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah menumbuhkan rasa cinta di hati orang-orang terhadapnya, sehingga berita tentangnya pun tersiar ke seluruh pelosok negeri. Juga, tak ayal berita itu pun sampai ke telinga Fir’aun lalu dia mengirimkan bala tentara untuk menyelidiki dan membunuhnya. Namun, sang istri yang baik hati, memintanya agar tidak membunuh sang anak, sebab dia begitu menyenangkan dan siapa tahu kelak bisa berguna dan benar-benar menjadi anak mereka berdua. Karena bujukan sang istri, sang bayi itu pun selamat dari pembunuhan.
Saat yang sama istri Fir’aun sendiri cepat tanggap dalam memberikan layanan terhadap sang bayi. Dia mengundang para penyusu bayi dari pelosok negeri dan meminta mereka mencoba untuk menyusui sang anak, tetapi tak satu pun dari mereka yang bisa melakukannya. Karena bingung, mereka membawanya ke luar untuk berjalan-jalan dan berharap Alloh Subhanahu wa Ta’ala mempertemukannya dengan seseorang yang tepat. Dan akhirnya, melalui saudara perempuan Nabi Musa 'Alaihis Salam sendiri ia menemukan penyusu yang (juga) tak lain adalah ibu kandung sang bayi.
Terkait dengan kisah Nabi Musa 'Alaihis Salam, di sini akan dipaparkan lima belas pelajaran penting yang dapat dipetik dari sekian banyak pelajaran penting lainnya. Diantara pelajaran-pelajaran tersebut adalah:
Kasih sayang Alloh Subhanahu wa Ta’ala terhadap ibu nabi Musa 'Alaihis Salam. Di antara tanda-tanda kasih sayang tersebut: Pertama, Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberikan ilham kepada ibunda Nabi Musa, sehingga dengan cara itu Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan anak kesayang-annya yang dibawa arus Sungai Nil. Kedua, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyampaikan berita gembira bahwa Dia akan mengem-balikan sang anak ke pangkuan ibundanya lagi. Ketiga, Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan air susu wanita-wanita penyusu lainnya masuk ke mulut anaknya yakni sang bayi, padahal dia sangat membutuhkan air susu tersebut.
Bahwa tanda-tanda yang diberikan oleh Allah dan pelajaran yang dapat diambil dari umat-umat terdahulu hanya bisa diraih oleh orang-orang yang beriman, sebagaimana Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman”. (QS: Al-Qashash: 3)
Bahwa apabila Alloh Subhanahu wa Ta’ala menghendaki sesuatu, Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menyediakan sebab-sebabnya dan akan mendatang-kannya secara bertahap, bukan sekaligus.
Umat yang lemah betapa pun kondisi lemahnya, tidak semestinya diliputi oleh kemalasan di dalam merebut kembali hak-haknya, apalagi sampai berputus asa untuk meraih hal yang lebih tinggi, khususnya bila kondisi mereka terzhalimi.
Bahwa selama umat ini terhina dan tertindas, namun tidak bergerak menuntutnya, maka tidak mungkin dapat menjalankan urusan agamanya secara bebas. Demikian pula dengan urusan duniawinya.
Bahwa ketakutan yang bersifat alami terhadap makhluk, tidak menafi-kan keimanan, apalagi menghilangkan-nya. Hal inilah yang terjadi terhadap Ibunda Musa dan Musa sendiri.
Bahwa iman bisa bertambah dan berkurang berdasarkan firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah)” (QS: Al-Qashash: 10)
Yang dimaksud dengan iman di dalam ayat ini adalah bertambah ketentramannya.
Di antara nikmat Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang paling besar terhadap seorang hamba adalah bersemayamnya kamantapan di dalam dirinya, saat menghadapi hal-hal yang merisaukan dan menakutkan, sebab keimanan dan pahala yang bertambah memungkinkannya untuk mengung-kapkan perkataan yang benar dan tindakan yang tepat, sehingga pandangan dan pikirannya semakin mantap.
Meskipun seorang hamba sudah mengetahui bahwa Qadha’ dan Taqdir Alloh Subhanahu wa Ta’ala adalah haq dan janji-Nya pasti akan terjadi, namun dia tidak boleh mengecilkan arti sebuah usaha yang dapat berguna baginya dan bisa menjadi sebab keberhasilannya di dalam mencapai usaha tersebut. Usaha yang dilakukan ibu Nabi Musa adalah mengutus saudara perempuannya, agar mencari dimana keberadaan bayi Nabi Musa.
Kisah Nabi Musa 'Alaihis Salam mengisyaratkan dibolehkannya wanita keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula, dibolehkan baginya berbicara dengan kaum lelaki bilamana tidak terdapat kendala dan bahaya. Hal ini pernah dilakukan oleh saudara perempuan Nabi Musa dan kedua anak perempuan Nabi Syu’aib 'Alaihis Salam.
Syari’at umat terdahulu juga berlaku terhadap ummat ini, manakala di dalam syari’at kita tidak ada yang menghapus hukumnya. Indikasinya, tindakan ibunda Musa mengambil upah menyusui anaknya sendiri dari keluarga Fir’aun. Tindakan ini dibolehkan juga dalam syari’at kita karena tidak ada dalil yang menghapus hukumnya.
Bahwa membunuh seorang kafir yang sudah memiliki ikatan dalam suatu perjanjian atau adat, adalah tidak boleh. Ini dapat dipahami dari penyesalan yang ditampakkan oleh Nabi Musa saat secara tidak disadari-nya telah membunuh seorang Qibthiy. Beliau memohon ampun dan bertaubat kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala atas perbuatannya tersebut.
Manakala khawatir diri akan binasa dengan cara sewenang-wenang (tanpa haq) bila menetap di suatu tempat, maka hendaknya tidak nekad tinggal di sana dan menyerah dengan kondisi tersebut.
Bila harus melakukan suatu pilihan terpahit antara dua hal yang sama-sama dapat menimbulkan kerusakan, maka wajib untuk melakukan hal yang lebih ringan dan aman di antara keduanya sehingga dengan begitu, dapat mencegah timbulnya hal yang paling fatal dan berbahaya dari salah satu yang lainnya. Di dalam hal ini, Nabi Musa 'Alaihis Salam memilih melarikan diri menuju ke sebagian negeri yang amat jauh dan tidak pernah dilalui sebelumnya. Tentu, pilihan ini lebih menjanjikan dan selamat, meskipun pahit ketimbang tetap tinggal di Mesir.
Dalam kisah Nabi Musa 'Alaihis Salam terdapat suatu isyarat yang manis, terkait dengan seorang penuntut ilmu syar’i atau katakanlah seorang Mujtahid. Yakni, bahwa bila tidak dapat menentukan mana di antara dua pendapat yang lebih kuat padahal sudah berusaha semaksimal mungkin dan dengan niat yang ikhlas lillahi ta’ala, maka hendaknya meminta petunjuk kepada Rabb agar dibimbing dalam menentukan antara dua pendapat tersebut. Kondisi inilah yang dihadapi oleh Musa 'Alaihis Salam tatkala sampai di kota Madyan dimana dia tidak dapat menentukan jalur mana yang harus dilaluinya. Beliau berdo’a melalui firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Mudah-mudahan Rabbku memimpinku ke jalan yang benar”. (QS: Al-Qashash: 22)
Demikian diantara pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Nabi Musa 'Alaihis Salam di dalam surat al-Qashash khususnya, dan di dalam al-Qur’an umumnya.
(Sumber Rujukan: Qashash Al-Anbiya; fushul fî dzikri ma qashsha-llahu ‘alaina fi kitabihi min Akhbar al-Anbiya’ maa Aqwamihim” , karya Syaikh ‘Abdurrahmân bin Nashir as-Sa’diy, dengan sedikit perubahan dan tambahan)
Ketika lahir, ibunda beliau merasa was-was, khawatir anaknya jatuh ke tangan Fir’aun, sebab hal itu bukan mustahil terjadi, mengingat penguasa yang diktator ini banyak mengirim mata-matanya ke seluruh penjuru negeri, khususnya untuk menyelidiki aktivitas kaum wanita Bani Israil yang hamil dan jenis kelamin bayi-bayi mereka yang lahir. Dan apabila yang ditemukan adalah bayi laki-laki, maka dibunuh.
Secara kebetulan, rumah keluarga beliau ditakdirkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala terletak di dataran yang menjorok ke Sungai Nil. Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberikan ilham kepada ibundanya, agar meletakkan sang anak ke dalam peti, lalu dihanyutkan ke laut, sembari mengikatnya dengan tali agar tidak dibawa oleh arus air yang deras. Tetapi, sebagai kasih sayang Allah terhadap ibundanya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala mewahyukan kepadanya, yang artinya “Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa ; “Susuilah dia dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan jangan (pula) bersedih hati, karena sesungguh-nya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul”. (QS: Al-Qashash: 7)
Pada suatu hari, tatkala sang ibu menghayutkan peti yang berisi sang bayi tersayang ke laut, tiba-tiba tali pengikatnya lepas, sehingga terbawa oleh arus. Rupanya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menakdirkan peti tersebut jatuh ke tangan keluarga Fir’aun, kemudian diserahkan kepada isteri Fir’aun, Asiah.
Saat melihat rupa bayi tersebut, dia sangat senang sekali. Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah menumbuhkan rasa cinta di hati orang-orang terhadapnya, sehingga berita tentangnya pun tersiar ke seluruh pelosok negeri. Juga, tak ayal berita itu pun sampai ke telinga Fir’aun lalu dia mengirimkan bala tentara untuk menyelidiki dan membunuhnya. Namun, sang istri yang baik hati, memintanya agar tidak membunuh sang anak, sebab dia begitu menyenangkan dan siapa tahu kelak bisa berguna dan benar-benar menjadi anak mereka berdua. Karena bujukan sang istri, sang bayi itu pun selamat dari pembunuhan.
Saat yang sama istri Fir’aun sendiri cepat tanggap dalam memberikan layanan terhadap sang bayi. Dia mengundang para penyusu bayi dari pelosok negeri dan meminta mereka mencoba untuk menyusui sang anak, tetapi tak satu pun dari mereka yang bisa melakukannya. Karena bingung, mereka membawanya ke luar untuk berjalan-jalan dan berharap Alloh Subhanahu wa Ta’ala mempertemukannya dengan seseorang yang tepat. Dan akhirnya, melalui saudara perempuan Nabi Musa 'Alaihis Salam sendiri ia menemukan penyusu yang (juga) tak lain adalah ibu kandung sang bayi.
Terkait dengan kisah Nabi Musa 'Alaihis Salam, di sini akan dipaparkan lima belas pelajaran penting yang dapat dipetik dari sekian banyak pelajaran penting lainnya. Diantara pelajaran-pelajaran tersebut adalah:
Kasih sayang Alloh Subhanahu wa Ta’ala terhadap ibu nabi Musa 'Alaihis Salam. Di antara tanda-tanda kasih sayang tersebut: Pertama, Alloh Subhanahu wa Ta’ala memberikan ilham kepada ibunda Nabi Musa, sehingga dengan cara itu Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyelamatkan anak kesayang-annya yang dibawa arus Sungai Nil. Kedua, Alloh Subhanahu wa Ta’ala menyampaikan berita gembira bahwa Dia akan mengem-balikan sang anak ke pangkuan ibundanya lagi. Ketiga, Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan air susu wanita-wanita penyusu lainnya masuk ke mulut anaknya yakni sang bayi, padahal dia sangat membutuhkan air susu tersebut.
Bahwa tanda-tanda yang diberikan oleh Allah dan pelajaran yang dapat diambil dari umat-umat terdahulu hanya bisa diraih oleh orang-orang yang beriman, sebagaimana Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar untuk orang-orang yang beriman”. (QS: Al-Qashash: 3)
Bahwa apabila Alloh Subhanahu wa Ta’ala menghendaki sesuatu, Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menyediakan sebab-sebabnya dan akan mendatang-kannya secara bertahap, bukan sekaligus.
Umat yang lemah betapa pun kondisi lemahnya, tidak semestinya diliputi oleh kemalasan di dalam merebut kembali hak-haknya, apalagi sampai berputus asa untuk meraih hal yang lebih tinggi, khususnya bila kondisi mereka terzhalimi.
Bahwa selama umat ini terhina dan tertindas, namun tidak bergerak menuntutnya, maka tidak mungkin dapat menjalankan urusan agamanya secara bebas. Demikian pula dengan urusan duniawinya.
Bahwa ketakutan yang bersifat alami terhadap makhluk, tidak menafi-kan keimanan, apalagi menghilangkan-nya. Hal inilah yang terjadi terhadap Ibunda Musa dan Musa sendiri.
Bahwa iman bisa bertambah dan berkurang berdasarkan firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya, supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah)” (QS: Al-Qashash: 10)
Yang dimaksud dengan iman di dalam ayat ini adalah bertambah ketentramannya.
Di antara nikmat Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang paling besar terhadap seorang hamba adalah bersemayamnya kamantapan di dalam dirinya, saat menghadapi hal-hal yang merisaukan dan menakutkan, sebab keimanan dan pahala yang bertambah memungkinkannya untuk mengung-kapkan perkataan yang benar dan tindakan yang tepat, sehingga pandangan dan pikirannya semakin mantap.
Meskipun seorang hamba sudah mengetahui bahwa Qadha’ dan Taqdir Alloh Subhanahu wa Ta’ala adalah haq dan janji-Nya pasti akan terjadi, namun dia tidak boleh mengecilkan arti sebuah usaha yang dapat berguna baginya dan bisa menjadi sebab keberhasilannya di dalam mencapai usaha tersebut. Usaha yang dilakukan ibu Nabi Musa adalah mengutus saudara perempuannya, agar mencari dimana keberadaan bayi Nabi Musa.
Kisah Nabi Musa 'Alaihis Salam mengisyaratkan dibolehkannya wanita keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula, dibolehkan baginya berbicara dengan kaum lelaki bilamana tidak terdapat kendala dan bahaya. Hal ini pernah dilakukan oleh saudara perempuan Nabi Musa dan kedua anak perempuan Nabi Syu’aib 'Alaihis Salam.
Syari’at umat terdahulu juga berlaku terhadap ummat ini, manakala di dalam syari’at kita tidak ada yang menghapus hukumnya. Indikasinya, tindakan ibunda Musa mengambil upah menyusui anaknya sendiri dari keluarga Fir’aun. Tindakan ini dibolehkan juga dalam syari’at kita karena tidak ada dalil yang menghapus hukumnya.
Bahwa membunuh seorang kafir yang sudah memiliki ikatan dalam suatu perjanjian atau adat, adalah tidak boleh. Ini dapat dipahami dari penyesalan yang ditampakkan oleh Nabi Musa saat secara tidak disadari-nya telah membunuh seorang Qibthiy. Beliau memohon ampun dan bertaubat kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala atas perbuatannya tersebut.
Manakala khawatir diri akan binasa dengan cara sewenang-wenang (tanpa haq) bila menetap di suatu tempat, maka hendaknya tidak nekad tinggal di sana dan menyerah dengan kondisi tersebut.
Bila harus melakukan suatu pilihan terpahit antara dua hal yang sama-sama dapat menimbulkan kerusakan, maka wajib untuk melakukan hal yang lebih ringan dan aman di antara keduanya sehingga dengan begitu, dapat mencegah timbulnya hal yang paling fatal dan berbahaya dari salah satu yang lainnya. Di dalam hal ini, Nabi Musa 'Alaihis Salam memilih melarikan diri menuju ke sebagian negeri yang amat jauh dan tidak pernah dilalui sebelumnya. Tentu, pilihan ini lebih menjanjikan dan selamat, meskipun pahit ketimbang tetap tinggal di Mesir.
Dalam kisah Nabi Musa 'Alaihis Salam terdapat suatu isyarat yang manis, terkait dengan seorang penuntut ilmu syar’i atau katakanlah seorang Mujtahid. Yakni, bahwa bila tidak dapat menentukan mana di antara dua pendapat yang lebih kuat padahal sudah berusaha semaksimal mungkin dan dengan niat yang ikhlas lillahi ta’ala, maka hendaknya meminta petunjuk kepada Rabb agar dibimbing dalam menentukan antara dua pendapat tersebut. Kondisi inilah yang dihadapi oleh Musa 'Alaihis Salam tatkala sampai di kota Madyan dimana dia tidak dapat menentukan jalur mana yang harus dilaluinya. Beliau berdo’a melalui firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Mudah-mudahan Rabbku memimpinku ke jalan yang benar”. (QS: Al-Qashash: 22)
Demikian diantara pelajaran-pelajaran yang dapat dipetik dari kisah Nabi Musa 'Alaihis Salam di dalam surat al-Qashash khususnya, dan di dalam al-Qur’an umumnya.
(Sumber Rujukan: Qashash Al-Anbiya; fushul fî dzikri ma qashsha-llahu ‘alaina fi kitabihi min Akhbar al-Anbiya’ maa Aqwamihim” , karya Syaikh ‘Abdurrahmân bin Nashir as-Sa’diy, dengan sedikit perubahan dan tambahan)
Mrazek, Teknologi, dan Metafora Nasionalisme
Judul: Engineers of Happy Land
Pengarang: Rudolf Mrazek
Penerbit: Yayasan Obor, Jakarta
Cetakan: I Juni 2006
Tebal: 442 hlm.
Rudolf Mrazek. Siapapun dia dan di manapun dia, ia tetap guru saya. Saya tak pernah melihat mukanya. Yang saya lihat beberapa buku karangannya; Sjahrir Politik dan Pengasingan, Tan Malaka, dan Engineers of Happy Land (EHL). Tiga buku itu membuat saya terhenyak. Bukan semata data yang dipaparkan, tapi juga cara penyajian dan tafsirnya. Saya banyak belajar dari dia bagaimana menyajikan sejarah supaya enak dibaca dan penting.Bukan semata sejarah-sejarahan yang kaku sekaligus jujur dengan catatan kaki.
EHL membuat saya terhenyak. Mrazek bukan semata sedang menulis sejarah tapi memetaforakan data sejarah. Metafornya berlipat-lipat. Teknologi bukan semata teknologi. Teknologi adalah metafor dari nasionalisme jaman Kartini hingga jaman Pramoedya meninggal.
Dengan satu buku EHL ia berbicara banyak hal. Inilah yang menyebabkan metefornya berlipat-lipat. Ia memang sedang menulis sejarah teknologi di Hindia Belanda. Tapi ia juga sedang menilisik nasionalisme Indonesia. Ia juga sedang bekerja untuk Cornel University dengan data-data yang dia dapatkan. Ia sedang menunjukan hanya Cornell yang bisa menulis sejarah Indonesia dengan baik dan tak kaku.
Yang belum saya ketahui, dan ini sungguh pribadi; penuh prasangka; dan oksidentalis, ia sedang meruntuhkan mitos nasionalisme Indonesia. Tapi saya coba bunuh prasangka buruk itu. Saya percaya ia tak seburuk itu. Ia barangkali hanya kagum. Sebagaimana Ben Anderson yang mengagumi Indonesia.
Negeri dengan beragam etnis, bahasa, agama, golongan, kepentingan ini masih bisa bersatu selama seabad. Hanya di Indonesia nasionalisme macam itu terjadi. Yugoslavia hancur berkeping-keping lebih dulu. Rusia pecah. Amerika terus belajar, untuk melanggengkan nasionalisme mereka dengan laboratoriumnya: Indonesia.
Di situlah letak kecanggihan berpikir sejarawan dari Republik Ceko ini. EHL adalah teks yang bisa tafsirkan berlipat-lipat dengan metafora yang berlipat-lipat pula. Tapi ketika saya membaca cara berpikir Mrazek, ia tak ubahnya sebuah teks. Sebagaimana metafora dan alur berpikirnya yang terdapat dalam bab-bab yang dipaparkan, akan saya tafsirkan sendiri sebatas teks yang ada. Inilah kemenangan sekaligus kekalahan ketika saya menjadi pembaca teks. Saya diberi kebebasan menfasir tapi tafsiran saya dibatasi teks yang tersedia:
Nasionalisme Itu…
Ketika jalan-jalan mulai lempang, halus, dan tak becek nasionalisme mengalir cepat, mudah dalam darah pribumi. Jalan memudahkan Kartini, Marco dan pribumi udik lain untuk mengetahui daerah-daerah di luar “tempurung” mereka.
Memilih Kartini dan Marco sebagai contoh sama saja memetaforkan sebuah golongan intelektual Indonesia. Keduanya adalah pribumi dari kelas yang berbeda. Kartini mendapatkan pencerahan dari Barat. Nasionalisme-nya dikonstruk Barat. Kedekatannya dengan Barat membuatnya terobsesi. Bahkan bayangan moi indie-nya terbentuk dari pendidikan ala Barat. Termasuk bagaimana ia memaknai teknologi sebagai sesuatu yang mennggembirakan.
tak banyak mendapatkan sentuhan Barat. Sekolahnya cuma sampai Ongko Loro. Nasionalismenya lebih terbentuk dari pendidikan guru-gurunya: Tirto, Suwardi Suryaningrat, dan Wahidin. Dalam hal teknologi Marco tak cuma memanfaatkan tapi juga sebagai media perlawanan.
Tapi bagi keduanya, jalan dan alat transportasi (teknologi) menjadi medium yang memungkin orang untuk memiliki bayangan terhadap Indonesia. Inilah, bagi saya, letak perbedaan Ben Anderson dan Mrazek. Jika Ben, mengatakan nasionalisme awal terbentuk atas kapitalisme cetak, maka Mrazek paparkan jalan juga menjadi pembentuk nasionalisme.
Nasionalisme itu semakin mengalir, mengalir, dan terus mengalir ketika alat-alat transportasi merambah tanah Hindia Belanda pada awal abad ke-20. Kereta api menjadi transportasi penting dalam membentuk Indonesia.
Kereta api yang cepat, yang melaju seperti monster menurut Kartini, yang memuat banyak orang lebih mungkin mengalirkan darah nasionalisme Indonesia dibanding mobil atau kereta kuda. Mobil terlalu elitis. Kereta kuda terlalu lambat. Keduanya memuat tak lebih dari 5 orang.
Dari kereta api kelas-kelas sosial, perlawanan, dan penjajahan dibaca. Beragam cerita ada didalamnya. Pribumi yang tak mampu bayar peron, pencopet, hingga para kolonial yang sombong. Marco disuruh pindah ke kelas tiga sebab, ada penumpang Belanda yang menginginkan tiketnya.
Bahasa adalah jalan. Sama saja bahasalah yang dapat melapangkan nasionalisme Indonesia. Bahasa Melayu melintasi batas-batas bahasa-bahasa daerah. Bahasa inilah yang lebih nasional, daripada bahasa Jawa, atau bahasa-bahasa lain.
Tafsir Mrazek hampir serupa dengan apa yang dikemukakan Ben. Baik kapitalisme cetak maupun jalan dan teknologi tansportasi lain (kereta api) semuanya adalah medium untuk melancarkan proses nasionalisme Indonesia. Di sinilah dialektis antara gagasan Ben dan Mrazek. Mrazek tak membantah, ia hanya melengkapi gagasan seniornya.
Meskipun kemudian Mrazek berkelit lincah bahwa ia terkendala bahasa. Seperti pejalan di jalanan yang becek di kala hujan, perjalanan Mrazek terkendala bahasa Inggris-nya yang buruk. Lagi-lagi di sini nampak kecanggihan gaya berpikirnya yang ikut merayakan post modernisme, merayakan hal-hal yang dianggap remeh temeh.
Tahap lanjut nasionalisme Indonesia ialah menjujung tinggi nasionalisme itu dalam benak. Nasionalisme tahap kedua dimetaforakan Mrazek dengan menara-menara yang menjulang. Menara-menara yang tinggi. Menara-menara yang bisa yang terasa sombong. Bangunan-bangunan berdinding kokoh dengan pondasi-pondasi kuat. Bangunan yang dibangun dengan biaya-biaya mahal.
Arsitektur Belanda yang menekankan pada bangunan-bangunan tinggi seolah menunjukan kesombongan. Angkuh, congak, jumawa, dan terkesan tak mau ditandingi. Sebab di awal abad ke-20 hanya Belanda yang mampu membuat bangunan yang tinggi. Menara-menara itu itu adalah tamzil atas kesombongannya.
Ciri khas arsitektur ala Belanda itu sama saja dengan arsitektur nasionalisme Indonesia. Keangkuhan kolonial itulah yang menyebabkan bangunan nasionalisme Indonesia menajadi kokoh. Amarah yang terpendam dalam benak pribumi yang dianggap rendah menjadi pondasi keras bagi nasionalisme Indonesia.
Ciri khas arsitek Belanda yang suka membangun gedung-gedung yang tinggi dan kokoh sama saja dengan arsitek nasionalisme Indonesia: Soekarno. Ia gemar membuat nasionalisme tampak kokoh dan tinggi. Sosok Soekarno merepresentasikan dua hal sekaligus: arsitek bangunan dan nasionilsme Indonesia.
Marzek barangkali memberi petunjuk, jangan sombong dan angkuh di negeri koloni: sebab kesombongan akan melahirkan perlawanan. Maka dari itu berramah tamahlah dengan pribumi. Dekati mereka, peluk mereka, timang-timang mereka. Entah petunjuk itu ditujukan kepada siapa. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai sosok bukan saja karya sejarah dari Cornell University.
Nasionalisme ialah pencerah sebagaimana listrik yang membuat bolam-bolam menyala dan menerangi kegelapan Hindia Belanda. Listrik menjadi teknologi baru di jaman yang baru. Listrik membuat pribumi terpukau, takjub, dengan teknologi yang tak pernah mereka kenal sebelumnya. Bola-bola gas yang menyala itu masuk dalam pandangan mereka.
Sedangkan foto sebagaimana diyakini adalah dokumentasi yang memampatkan waktu dan ruang. Selembar foto benar-benar memadatkan realitas. Foto menjadi realitas baru, realitas yang padat yang hanya mencuplik dari hamparan realitas sesungguhnya. Di awal abad ke-20 fotografi menjadi teknologi baru. Lagi-lagi Kartini, tokoh penting di jaman itu, begitu takjub dan terobsesi.
Di sisi lain teknologi optik juga berkembang. Kaca mata dengan bingkai dan lensanya membantu orang melihat dengan jelas. Ketika jaman baru mengenal kacamata sebagai fungsi primer, belum sebagai asesoris, alat itu memperjelas realitas. Membantu mengindera mata yang berpandangan kabur.
Nasionalisme sama saja dengan listrik, foto, dan alat optik. Ia meneguhkan jalan terang bagi keberagaman Indonesia hanya bisa dipersatukan dengan nasionalisme. Sebagai foto, sebenarnya, nasionalisme memampatkan waktu dan ruang. Hindia Belanda yang luas termampatkan dalam sebuah kata: Indonesia. Sebagai kaca mata, nasionalisme menjadi cara pandang.
Nasionalisme itu melekat dalam diri manusia Indonesia. Sehingga ia tampak eksotik. Ia membuat percaya diri melangkah dalam sejarah. Sebagaimana Soekarno, pesolek Indonesia, yang percaya diri dengan nasionalismenya. Pakaian adalah martabat, nasionalisme pun demikian. Tanpanya bangsa menjadi tak bermartabat.
Di atas adalah nasionalisme yang saya tafsirkan dari EHL. Di akhir tulisan ini, saya sangat berterima kasih kepada intenet, blog, handphone sebab dengan itu memudahkan jalan saya. Dengan teknologi saya semakin individual di tengah dunia yang semakin mengglobal. Saya seperti seorang tuli yang mencoba mencerna dengan baik apa yang dikatakan lawan bicara saya: Barat. Saya kira manusia jaman ini tak jauh beda dengan Kartini dan Marco: mengagumi dan memanfaatkan teknologi atau bahkan sebaliknya menjadikannya sebagai media perlawanan.
Pengarang: Rudolf Mrazek
Penerbit: Yayasan Obor, Jakarta
Cetakan: I Juni 2006
Tebal: 442 hlm.
Rudolf Mrazek. Siapapun dia dan di manapun dia, ia tetap guru saya. Saya tak pernah melihat mukanya. Yang saya lihat beberapa buku karangannya; Sjahrir Politik dan Pengasingan, Tan Malaka, dan Engineers of Happy Land (EHL). Tiga buku itu membuat saya terhenyak. Bukan semata data yang dipaparkan, tapi juga cara penyajian dan tafsirnya. Saya banyak belajar dari dia bagaimana menyajikan sejarah supaya enak dibaca dan penting.Bukan semata sejarah-sejarahan yang kaku sekaligus jujur dengan catatan kaki.
EHL membuat saya terhenyak. Mrazek bukan semata sedang menulis sejarah tapi memetaforakan data sejarah. Metafornya berlipat-lipat. Teknologi bukan semata teknologi. Teknologi adalah metafor dari nasionalisme jaman Kartini hingga jaman Pramoedya meninggal.
Dengan satu buku EHL ia berbicara banyak hal. Inilah yang menyebabkan metefornya berlipat-lipat. Ia memang sedang menulis sejarah teknologi di Hindia Belanda. Tapi ia juga sedang menilisik nasionalisme Indonesia. Ia juga sedang bekerja untuk Cornel University dengan data-data yang dia dapatkan. Ia sedang menunjukan hanya Cornell yang bisa menulis sejarah Indonesia dengan baik dan tak kaku.
Yang belum saya ketahui, dan ini sungguh pribadi; penuh prasangka; dan oksidentalis, ia sedang meruntuhkan mitos nasionalisme Indonesia. Tapi saya coba bunuh prasangka buruk itu. Saya percaya ia tak seburuk itu. Ia barangkali hanya kagum. Sebagaimana Ben Anderson yang mengagumi Indonesia.
Negeri dengan beragam etnis, bahasa, agama, golongan, kepentingan ini masih bisa bersatu selama seabad. Hanya di Indonesia nasionalisme macam itu terjadi. Yugoslavia hancur berkeping-keping lebih dulu. Rusia pecah. Amerika terus belajar, untuk melanggengkan nasionalisme mereka dengan laboratoriumnya: Indonesia.
Di situlah letak kecanggihan berpikir sejarawan dari Republik Ceko ini. EHL adalah teks yang bisa tafsirkan berlipat-lipat dengan metafora yang berlipat-lipat pula. Tapi ketika saya membaca cara berpikir Mrazek, ia tak ubahnya sebuah teks. Sebagaimana metafora dan alur berpikirnya yang terdapat dalam bab-bab yang dipaparkan, akan saya tafsirkan sendiri sebatas teks yang ada. Inilah kemenangan sekaligus kekalahan ketika saya menjadi pembaca teks. Saya diberi kebebasan menfasir tapi tafsiran saya dibatasi teks yang tersedia:
Nasionalisme Itu…
Ketika jalan-jalan mulai lempang, halus, dan tak becek nasionalisme mengalir cepat, mudah dalam darah pribumi. Jalan memudahkan Kartini, Marco dan pribumi udik lain untuk mengetahui daerah-daerah di luar “tempurung” mereka.
Memilih Kartini dan Marco sebagai contoh sama saja memetaforkan sebuah golongan intelektual Indonesia. Keduanya adalah pribumi dari kelas yang berbeda. Kartini mendapatkan pencerahan dari Barat. Nasionalisme-nya dikonstruk Barat. Kedekatannya dengan Barat membuatnya terobsesi. Bahkan bayangan moi indie-nya terbentuk dari pendidikan ala Barat. Termasuk bagaimana ia memaknai teknologi sebagai sesuatu yang mennggembirakan.
tak banyak mendapatkan sentuhan Barat. Sekolahnya cuma sampai Ongko Loro. Nasionalismenya lebih terbentuk dari pendidikan guru-gurunya: Tirto, Suwardi Suryaningrat, dan Wahidin. Dalam hal teknologi Marco tak cuma memanfaatkan tapi juga sebagai media perlawanan.
Tapi bagi keduanya, jalan dan alat transportasi (teknologi) menjadi medium yang memungkin orang untuk memiliki bayangan terhadap Indonesia. Inilah, bagi saya, letak perbedaan Ben Anderson dan Mrazek. Jika Ben, mengatakan nasionalisme awal terbentuk atas kapitalisme cetak, maka Mrazek paparkan jalan juga menjadi pembentuk nasionalisme.
Nasionalisme itu semakin mengalir, mengalir, dan terus mengalir ketika alat-alat transportasi merambah tanah Hindia Belanda pada awal abad ke-20. Kereta api menjadi transportasi penting dalam membentuk Indonesia.
Kereta api yang cepat, yang melaju seperti monster menurut Kartini, yang memuat banyak orang lebih mungkin mengalirkan darah nasionalisme Indonesia dibanding mobil atau kereta kuda. Mobil terlalu elitis. Kereta kuda terlalu lambat. Keduanya memuat tak lebih dari 5 orang.
Dari kereta api kelas-kelas sosial, perlawanan, dan penjajahan dibaca. Beragam cerita ada didalamnya. Pribumi yang tak mampu bayar peron, pencopet, hingga para kolonial yang sombong. Marco disuruh pindah ke kelas tiga sebab, ada penumpang Belanda yang menginginkan tiketnya.
Bahasa adalah jalan. Sama saja bahasalah yang dapat melapangkan nasionalisme Indonesia. Bahasa Melayu melintasi batas-batas bahasa-bahasa daerah. Bahasa inilah yang lebih nasional, daripada bahasa Jawa, atau bahasa-bahasa lain.
Tafsir Mrazek hampir serupa dengan apa yang dikemukakan Ben. Baik kapitalisme cetak maupun jalan dan teknologi tansportasi lain (kereta api) semuanya adalah medium untuk melancarkan proses nasionalisme Indonesia. Di sinilah dialektis antara gagasan Ben dan Mrazek. Mrazek tak membantah, ia hanya melengkapi gagasan seniornya.
Meskipun kemudian Mrazek berkelit lincah bahwa ia terkendala bahasa. Seperti pejalan di jalanan yang becek di kala hujan, perjalanan Mrazek terkendala bahasa Inggris-nya yang buruk. Lagi-lagi di sini nampak kecanggihan gaya berpikirnya yang ikut merayakan post modernisme, merayakan hal-hal yang dianggap remeh temeh.
Tahap lanjut nasionalisme Indonesia ialah menjujung tinggi nasionalisme itu dalam benak. Nasionalisme tahap kedua dimetaforakan Mrazek dengan menara-menara yang menjulang. Menara-menara yang tinggi. Menara-menara yang bisa yang terasa sombong. Bangunan-bangunan berdinding kokoh dengan pondasi-pondasi kuat. Bangunan yang dibangun dengan biaya-biaya mahal.
Arsitektur Belanda yang menekankan pada bangunan-bangunan tinggi seolah menunjukan kesombongan. Angkuh, congak, jumawa, dan terkesan tak mau ditandingi. Sebab di awal abad ke-20 hanya Belanda yang mampu membuat bangunan yang tinggi. Menara-menara itu itu adalah tamzil atas kesombongannya.
Ciri khas arsitektur ala Belanda itu sama saja dengan arsitektur nasionalisme Indonesia. Keangkuhan kolonial itulah yang menyebabkan bangunan nasionalisme Indonesia menajadi kokoh. Amarah yang terpendam dalam benak pribumi yang dianggap rendah menjadi pondasi keras bagi nasionalisme Indonesia.
Ciri khas arsitek Belanda yang suka membangun gedung-gedung yang tinggi dan kokoh sama saja dengan arsitek nasionalisme Indonesia: Soekarno. Ia gemar membuat nasionalisme tampak kokoh dan tinggi. Sosok Soekarno merepresentasikan dua hal sekaligus: arsitek bangunan dan nasionilsme Indonesia.
Marzek barangkali memberi petunjuk, jangan sombong dan angkuh di negeri koloni: sebab kesombongan akan melahirkan perlawanan. Maka dari itu berramah tamahlah dengan pribumi. Dekati mereka, peluk mereka, timang-timang mereka. Entah petunjuk itu ditujukan kepada siapa. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai sosok bukan saja karya sejarah dari Cornell University.
Nasionalisme ialah pencerah sebagaimana listrik yang membuat bolam-bolam menyala dan menerangi kegelapan Hindia Belanda. Listrik menjadi teknologi baru di jaman yang baru. Listrik membuat pribumi terpukau, takjub, dengan teknologi yang tak pernah mereka kenal sebelumnya. Bola-bola gas yang menyala itu masuk dalam pandangan mereka.
Sedangkan foto sebagaimana diyakini adalah dokumentasi yang memampatkan waktu dan ruang. Selembar foto benar-benar memadatkan realitas. Foto menjadi realitas baru, realitas yang padat yang hanya mencuplik dari hamparan realitas sesungguhnya. Di awal abad ke-20 fotografi menjadi teknologi baru. Lagi-lagi Kartini, tokoh penting di jaman itu, begitu takjub dan terobsesi.
Di sisi lain teknologi optik juga berkembang. Kaca mata dengan bingkai dan lensanya membantu orang melihat dengan jelas. Ketika jaman baru mengenal kacamata sebagai fungsi primer, belum sebagai asesoris, alat itu memperjelas realitas. Membantu mengindera mata yang berpandangan kabur.
Nasionalisme sama saja dengan listrik, foto, dan alat optik. Ia meneguhkan jalan terang bagi keberagaman Indonesia hanya bisa dipersatukan dengan nasionalisme. Sebagai foto, sebenarnya, nasionalisme memampatkan waktu dan ruang. Hindia Belanda yang luas termampatkan dalam sebuah kata: Indonesia. Sebagai kaca mata, nasionalisme menjadi cara pandang.
Nasionalisme itu melekat dalam diri manusia Indonesia. Sehingga ia tampak eksotik. Ia membuat percaya diri melangkah dalam sejarah. Sebagaimana Soekarno, pesolek Indonesia, yang percaya diri dengan nasionalismenya. Pakaian adalah martabat, nasionalisme pun demikian. Tanpanya bangsa menjadi tak bermartabat.
Di atas adalah nasionalisme yang saya tafsirkan dari EHL. Di akhir tulisan ini, saya sangat berterima kasih kepada intenet, blog, handphone sebab dengan itu memudahkan jalan saya. Dengan teknologi saya semakin individual di tengah dunia yang semakin mengglobal. Saya seperti seorang tuli yang mencoba mencerna dengan baik apa yang dikatakan lawan bicara saya: Barat. Saya kira manusia jaman ini tak jauh beda dengan Kartini dan Marco: mengagumi dan memanfaatkan teknologi atau bahkan sebaliknya menjadikannya sebagai media perlawanan.
7 Keajaiban dunia
Sekelompok siswa kelas geografi sedang mempelajari ‘Tujuh Keajaiban Dunia’.
Pada awal dari pelajaran, mereka diminta untuk membuat daftar apa yang mereka pikir merupakan ‘Tujuh Keajaiban Dunia’ saat ini. Walaupun ada beberapa ketidak sesuaian, sebagian besar daftar berisi sbb :
1] Piramida
2] Taj Mahal
3] Tembok Besar Cina
4] Menara Pisa
5] Kuil Angkor
6] Menara Eiffel
7] Kuil Parthenon
Ketika mengumpulkan daftar pilihan, sang guru memperhatikan seorang pelajar, se orang gadis yang pendiam, yang belum mengumpulkan kertas kerjanya. Jadi, sang guru bertanya kepadanya apakah dia mempunyai kesulitan dengan daftarnya.
Gadis pendiam itu menjawab, ‘Ya, sedikit. Saya tidak bisa memilih karena sangat banyaknya ‘keajaiban itu’. Sang guru berkata,’Baik, katakan pada kami apa yang kamu miliki, dan mungkin kami bisa membantu memilihnya’.
Gadis itu ragu sejenak, kemudian membaca, ‘Saya pikir, ‘Tujuh Keajaiban Dunia’ itu adalah :
1] Bisa melihat,
2] Bisa mendengar,
3] Bisa menyentuh,
4] Bisa menyayangi,
5] Bisa merasakan,
6] Bisa tertawa, dan
7] Bisa mencintai
Ruang kelas tersebut sunyi seketika. Alangkah mudahnya bagi kita untuk melihat pada eksploitasi manusia dan menyebutnya ‘keajaiban’. Sementara kita lihat lagi semua yang telah Tuhan karuniakan untuk kita, kita menyebutnya sebagai ‘biasa’.
Pada awal dari pelajaran, mereka diminta untuk membuat daftar apa yang mereka pikir merupakan ‘Tujuh Keajaiban Dunia’ saat ini. Walaupun ada beberapa ketidak sesuaian, sebagian besar daftar berisi sbb :
1] Piramida
2] Taj Mahal
3] Tembok Besar Cina
4] Menara Pisa
5] Kuil Angkor
6] Menara Eiffel
7] Kuil Parthenon
Ketika mengumpulkan daftar pilihan, sang guru memperhatikan seorang pelajar, se orang gadis yang pendiam, yang belum mengumpulkan kertas kerjanya. Jadi, sang guru bertanya kepadanya apakah dia mempunyai kesulitan dengan daftarnya.
Gadis pendiam itu menjawab, ‘Ya, sedikit. Saya tidak bisa memilih karena sangat banyaknya ‘keajaiban itu’. Sang guru berkata,’Baik, katakan pada kami apa yang kamu miliki, dan mungkin kami bisa membantu memilihnya’.
Gadis itu ragu sejenak, kemudian membaca, ‘Saya pikir, ‘Tujuh Keajaiban Dunia’ itu adalah :
1] Bisa melihat,
2] Bisa mendengar,
3] Bisa menyentuh,
4] Bisa menyayangi,
5] Bisa merasakan,
6] Bisa tertawa, dan
7] Bisa mencintai
Ruang kelas tersebut sunyi seketika. Alangkah mudahnya bagi kita untuk melihat pada eksploitasi manusia dan menyebutnya ‘keajaiban’. Sementara kita lihat lagi semua yang telah Tuhan karuniakan untuk kita, kita menyebutnya sebagai ‘biasa’.
Terima kasih, bu...(dari tiara)
"...Tiara.., ibu masuk ya..?" Suara ibu mertua saya sedikit mengagetkan saya. Saya baru saja terbangun beberapa menit yang lalu, namun rasanya masih ingin bermalas-malasan di tempat tidur sambil memeluk suami saya di samping yang masih tertidur pulas. "Iya bu, masuk aja nggak apa-apa.." Saya menjawab seraya berusaha bangun dari tempat tidur, agak susah payah memang, mengingat usia kandungan saya sudah memasuki minggu ke 32. Ibu kemudian masuk dengan membawa 2 buah goodie bags berwarna pink lalu berkata, "Tiara, ini ibu ada sesuatu buat kamu.. Nanti kalau habis ngelahirin kamu bisa pakai ini.." Saya dengan setengah mengantuk langsung membuka isi goodie bags yang diberikan ibu kepada saya. "Wah, apa ini bu?" Rupanya ibu memberikan seperangkat pembalut khusus untuk wanita yang baru saja melahirkan. "Makasih ya bu..!" Ibu pun berlalu dan kembali ke kamarnya.
Belum juga saya selesai melihat-lihat beragam pembalut yang baru saja ibu berikan kepada saya, langkah seseorang mendekati kamar kemabali terdengar dengan sangat jelas, "Tiara, ini ibu ada buku-buku buat kamu. Ini bagus sekali. Ini buku-buku tentang penampilan dan perilaku bayi yang baru lahir." Jelas ibu sambil memberikan beberapa buku kepada saya. "Ini ada juga yang bahasa inggris, 'The Amazing Newborn', ini bagus sekali. It will show you how to make the most of the first weeks of your baby's life." Mata saya langsung menuju foto-foto bayi yang menjadi cover buku-buku tersebut. "Ah, lucu banget ini bu bayinya.. Makasih ya bu, nanti pasti saya baca.."
Saya langsung mengguncang badan suami saya dengan maksud membangunkan, "Sayang, bangun deh.. Aku dikasih buku-buku ini dari ibu. Bagus banget deh.. Coba kamu lihat.." Dengan setengah mengantuk, Andy bangun dan berusaha untuk melihat apa yang saya ingin tunjukan ke dia. Tidak lama kemudian kami berdua sudah asyik tenggelam membaca buku-buku tersebut...
Sungguh pagi yang menyenangkan di hari pertama menuju libur panjang akhir minggu ini. Saya mendapatkan hadiah luar biasa dari ibu mertua saya. Terima kasih ya bu, ini sangat berarti untuk kami...
Belum juga saya selesai melihat-lihat beragam pembalut yang baru saja ibu berikan kepada saya, langkah seseorang mendekati kamar kemabali terdengar dengan sangat jelas, "Tiara, ini ibu ada buku-buku buat kamu. Ini bagus sekali. Ini buku-buku tentang penampilan dan perilaku bayi yang baru lahir." Jelas ibu sambil memberikan beberapa buku kepada saya. "Ini ada juga yang bahasa inggris, 'The Amazing Newborn', ini bagus sekali. It will show you how to make the most of the first weeks of your baby's life." Mata saya langsung menuju foto-foto bayi yang menjadi cover buku-buku tersebut. "Ah, lucu banget ini bu bayinya.. Makasih ya bu, nanti pasti saya baca.."
Saya langsung mengguncang badan suami saya dengan maksud membangunkan, "Sayang, bangun deh.. Aku dikasih buku-buku ini dari ibu. Bagus banget deh.. Coba kamu lihat.." Dengan setengah mengantuk, Andy bangun dan berusaha untuk melihat apa yang saya ingin tunjukan ke dia. Tidak lama kemudian kami berdua sudah asyik tenggelam membaca buku-buku tersebut...
Sungguh pagi yang menyenangkan di hari pertama menuju libur panjang akhir minggu ini. Saya mendapatkan hadiah luar biasa dari ibu mertua saya. Terima kasih ya bu, ini sangat berarti untuk kami...
Aisyah, Keutamaan dan Keluasan Ilmunya
Beliau, Aisyah binti Abu Bakar Ash-Shiddiq, atau juga biasa dipanggil dengan al-Shiddiqiyah yang dinisbatkan kepada al-Shiddiq yaitu orang tuanya sendiri Abu Bakar, kekasih Rasulullah SAW. Seorang wanita mulia dan istimewa dimana sebagian dari ilmu agama kita ini diambil darinya. Begitu banyak keutamaan dan kemuliaan yang dimilikinya, semoga Allah meridhainya dan mengumpulkannya dengan kekasihnya yang paling dicintainya yaitu Nabi kita Muhammad SAW.
Semoga setelah membaca kisah ini hati kita akan tersentuh dan semakin menambah rasa cinta kita kepada istri-istri Beliau. Beberapa keutamaannya tidak dapat dihitung dengan jari sehingga hanya sebagian kecil yang dapat dipaparkan disini, diantarnya adalah sebagai berikut :
1.Kecintaan Rasulullah kepadanya melebihi kecintaannya kepada istri-istri beliau yang lainnya yang semuanya ada 9 orang. Pada suatu ketika Rasulullah ditanya, “Siapakah orang yang paling engkau cintai ?” maka beliau menjawab, “Aisyah” Hal ini didasarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Amr bin ‘Ash, dimana dia datang kepada Nabi seraya bertanya,”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai?” beliau menjawab,”Aisyah”, kemudian Amr bin Ash bertanya, “”Siapakah orang lelaki yang paling engkau cintai?” , beliau menjawab “Bapaknya (Abu Bakar)”. Dia bertanya, “Kemudian siapa lagi?” beliau menjawab “Umar”, yakni Ibnu Al Khaththab, semoga Allah meridhai semuanya.
2.Malaikat menyampaikan salam untuknya bukan hanya sekali. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim darinya (Aisyah), dimana Rasulullah telah bersabda, “Sesungguhnya Jibril telah mengucapkan salam untukmu”, maka aku menjawab,”Alaihis as-Salam”.
3. Allah telah menurunkan ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan pembebasan dirinya dari tuduhan dusta sebanyak sepuluh ayat dalam surat An-Nuur, dimana didalamnya Allah menjelaskan bahwa laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik, dan beliau tergolong wanita yang baik, membebaskan mereka dari tuduhan orang-orang yang menyebarkan tuduhan dusta itu, dan memberi kabar gembira bahwa bagi mereka surga, sebagaimana Allah berfirman,..”dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula. Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga) ” An-Nuur:26.
4.Pada saat Rasulullah sakit, beliau minta untuk tinggal dikamarnya (Aisyah), sehingga dia dapat mengurusnya sampai Allah memanggil ke hadirat-Nya (wafat). Rasulullah meninggal di rumah Aisyah, dimana beliau meninggal dalam pangkuannya. Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan darinya (Aisyah), dia berkata:” Allah mewafatkan Rasulullah dimana kepala beliau berada diantara paru-paruku dan bagian atas dadaku, sehingga air liur beliau bercampur dengan air liurku” Bagaimana hal itu bisa terjadi, Abdurrahman saudara laki-laki Aisyah masuk ke rumah mereka , dimana ketika itu dia membawa siwak (alat penggosok gigi), lalu Rasulullah melihatnya. Aisyah memahaminya bahwa beliau ingin bersiwak, dan dia mengambil siwak dari Abdurrahman dan melembutkannya, lalu Rasulullah bersiwak dengannya. Setelah Rasulullah meninggal, maka siwak itu dipakai Aisyah. Inilah pengertian yang dimaksud dengan “air liur beliau bercampur dengan air liurku”.
5. Berdasarkan sabda Rasulullah,”Keutamaan Aisyah atas wanita yang lainnya bagaikan keutamaan tsarid (roti yang dibubuhkan dan dimasukkan kedalam kuah) atas makanan-makan yang lainnya”. Berkenaan dengan keluasan dan keunggulan ilmunya, tidak ada seorang ulamapun yang mengingkarinya.Banyak kesaksian dan pengakuan yang dikemukakan para ulama berkenaan dengan kredibilitas keilmuwan Aisyah. Hal ini menunjukkan betapa luas dan mumpuninya ilmu yang dimilikinya.
Kesaksian beberapa pakar ilmu pengetahuan dari kalangan ulama terdahulu :
5.1. Kesaksian putra saudara perempuannya (keponakannya) Urwah bin Zubeir tentang kredibilitas dan keunggulan ilmu yang dimiliki oleh Aisyah, sebagaimana yang diriwayatkan putranya Hisyam,”Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pintar dalam ilmu fiqh (agama), kedokteran dan syair selain Aisyah.
5.2. Kesaksian Az-Zuhri yang juga berkenaan dengan kredibilitas dan keunggulan ilmu yang dimiliki Aisyah, seraya berkata,”Seandainya diperbandingkan antara ilmu Aisyah dengan ilmu seluruh istri Nabi dan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu Aisyah jauh lebih unggul.”
5.3. Kesaksian Masruq berkenaan dengan ilmu yang dimiliki Aisyah yang berkenaan dengan masalah faraidh, sebagaimana yang terungkap dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Abu Darda darinya seraya berkata, “Aku melihat para syeikh dari kalangan sahabat Rasulullah bertanya kepada Aisyah tentang faraidh (ilmu waris)
5.4. Kesaksian Atha’ bin Rabah, dimana ketika Allah berfirman, maka Aisyah merupakan orang yang paling faham, paling mengetahui dan paling bagus pendapatnya dibandingkan dengan yang lainnya secara umum.
5.5. Kesaksian Zubeir bin Awwam, dimana dia berkata sebagaimana hal ini telah diriwayatkan putranya Urwah, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pintar tentang Al-Qur’an , hal-hal yang difardhukan, halal dan haram, syair, cerita Arab dan nasab (silsilah keturunan) selain Aisyah.
Dengan mengemukakan lima kesaksian yang dipaparkan oleh para ulama besar dari kalangan sahabat dan tabi’in cukuplah sebagai bukti yang menunjukkan kredibilitas dan keunggulan ilmu yang dimiliki oleh Aisyah dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki oleh para Sahabat Rasulullah dan para tabi’in lainnya. Aisyah meninggal pada bulan Ramadhan yang agung tepat pada tanggal 17 Ramadhan, pada usia 66 tahun. Dan, dimakamkan di Al-Baqi’ kawasan pemakaman yang terletak di kota Madinah. Hal ini sesuai dengan wasiatnya, dimana beliau berwasiat agar di makamkan di tempat pemakaman istri-istri Rasulullah.
Semoga Allah meridhainya …………amin.
Semoga setelah membaca kisah ini hati kita akan tersentuh dan semakin menambah rasa cinta kita kepada istri-istri Beliau. Beberapa keutamaannya tidak dapat dihitung dengan jari sehingga hanya sebagian kecil yang dapat dipaparkan disini, diantarnya adalah sebagai berikut :
1.Kecintaan Rasulullah kepadanya melebihi kecintaannya kepada istri-istri beliau yang lainnya yang semuanya ada 9 orang. Pada suatu ketika Rasulullah ditanya, “Siapakah orang yang paling engkau cintai ?” maka beliau menjawab, “Aisyah” Hal ini didasarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Amr bin ‘Ash, dimana dia datang kepada Nabi seraya bertanya,”Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling engkau cintai?” beliau menjawab,”Aisyah”, kemudian Amr bin Ash bertanya, “”Siapakah orang lelaki yang paling engkau cintai?” , beliau menjawab “Bapaknya (Abu Bakar)”. Dia bertanya, “Kemudian siapa lagi?” beliau menjawab “Umar”, yakni Ibnu Al Khaththab, semoga Allah meridhai semuanya.
2.Malaikat menyampaikan salam untuknya bukan hanya sekali. Sebagaimana hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim darinya (Aisyah), dimana Rasulullah telah bersabda, “Sesungguhnya Jibril telah mengucapkan salam untukmu”, maka aku menjawab,”Alaihis as-Salam”.
3. Allah telah menurunkan ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan pembebasan dirinya dari tuduhan dusta sebanyak sepuluh ayat dalam surat An-Nuur, dimana didalamnya Allah menjelaskan bahwa laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik, dan beliau tergolong wanita yang baik, membebaskan mereka dari tuduhan orang-orang yang menyebarkan tuduhan dusta itu, dan memberi kabar gembira bahwa bagi mereka surga, sebagaimana Allah berfirman,..”dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula. Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rizki yang mulia (surga) ” An-Nuur:26.
4.Pada saat Rasulullah sakit, beliau minta untuk tinggal dikamarnya (Aisyah), sehingga dia dapat mengurusnya sampai Allah memanggil ke hadirat-Nya (wafat). Rasulullah meninggal di rumah Aisyah, dimana beliau meninggal dalam pangkuannya. Imam Bukhari dan Muslim telah meriwayatkan darinya (Aisyah), dia berkata:” Allah mewafatkan Rasulullah dimana kepala beliau berada diantara paru-paruku dan bagian atas dadaku, sehingga air liur beliau bercampur dengan air liurku” Bagaimana hal itu bisa terjadi, Abdurrahman saudara laki-laki Aisyah masuk ke rumah mereka , dimana ketika itu dia membawa siwak (alat penggosok gigi), lalu Rasulullah melihatnya. Aisyah memahaminya bahwa beliau ingin bersiwak, dan dia mengambil siwak dari Abdurrahman dan melembutkannya, lalu Rasulullah bersiwak dengannya. Setelah Rasulullah meninggal, maka siwak itu dipakai Aisyah. Inilah pengertian yang dimaksud dengan “air liur beliau bercampur dengan air liurku”.
5. Berdasarkan sabda Rasulullah,”Keutamaan Aisyah atas wanita yang lainnya bagaikan keutamaan tsarid (roti yang dibubuhkan dan dimasukkan kedalam kuah) atas makanan-makan yang lainnya”. Berkenaan dengan keluasan dan keunggulan ilmunya, tidak ada seorang ulamapun yang mengingkarinya.Banyak kesaksian dan pengakuan yang dikemukakan para ulama berkenaan dengan kredibilitas keilmuwan Aisyah. Hal ini menunjukkan betapa luas dan mumpuninya ilmu yang dimilikinya.
Kesaksian beberapa pakar ilmu pengetahuan dari kalangan ulama terdahulu :
5.1. Kesaksian putra saudara perempuannya (keponakannya) Urwah bin Zubeir tentang kredibilitas dan keunggulan ilmu yang dimiliki oleh Aisyah, sebagaimana yang diriwayatkan putranya Hisyam,”Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pintar dalam ilmu fiqh (agama), kedokteran dan syair selain Aisyah.
5.2. Kesaksian Az-Zuhri yang juga berkenaan dengan kredibilitas dan keunggulan ilmu yang dimiliki Aisyah, seraya berkata,”Seandainya diperbandingkan antara ilmu Aisyah dengan ilmu seluruh istri Nabi dan ilmu seluruh wanita, niscaya ilmu Aisyah jauh lebih unggul.”
5.3. Kesaksian Masruq berkenaan dengan ilmu yang dimiliki Aisyah yang berkenaan dengan masalah faraidh, sebagaimana yang terungkap dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Abu Darda darinya seraya berkata, “Aku melihat para syeikh dari kalangan sahabat Rasulullah bertanya kepada Aisyah tentang faraidh (ilmu waris)
5.4. Kesaksian Atha’ bin Rabah, dimana ketika Allah berfirman, maka Aisyah merupakan orang yang paling faham, paling mengetahui dan paling bagus pendapatnya dibandingkan dengan yang lainnya secara umum.
5.5. Kesaksian Zubeir bin Awwam, dimana dia berkata sebagaimana hal ini telah diriwayatkan putranya Urwah, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih pintar tentang Al-Qur’an , hal-hal yang difardhukan, halal dan haram, syair, cerita Arab dan nasab (silsilah keturunan) selain Aisyah.
Dengan mengemukakan lima kesaksian yang dipaparkan oleh para ulama besar dari kalangan sahabat dan tabi’in cukuplah sebagai bukti yang menunjukkan kredibilitas dan keunggulan ilmu yang dimiliki oleh Aisyah dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki oleh para Sahabat Rasulullah dan para tabi’in lainnya. Aisyah meninggal pada bulan Ramadhan yang agung tepat pada tanggal 17 Ramadhan, pada usia 66 tahun. Dan, dimakamkan di Al-Baqi’ kawasan pemakaman yang terletak di kota Madinah. Hal ini sesuai dengan wasiatnya, dimana beliau berwasiat agar di makamkan di tempat pemakaman istri-istri Rasulullah.
Semoga Allah meridhainya …………amin.
Dahsyatnya Proses Sakaratul Maut
“Demi Allah, seandainya jenazah yang sedang kalian tangisi bisa berbicara sekejab, lalu menceritakan (pengalaman sakaratul mautnya) pada kalian, niscaya kalian akan melupakan jenazah tersebut, dan mulai menangisi diri kalian sendiri”. (Imam Ghozali mengutip atsar Al-Hasan).
Datangnya Kematian Menurut Al Qur’an :
1. Kematian bersifat memaksa dan siap menghampiri manusia walaupun kita berusaha menghindarkan resiko-resiko kematian.
Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh". Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS Ali Imran, 3:154)
2. Kematian akan mengejar siapapun meskipun ia berlindung di balik benteng yang kokoh atau berlindung di balik teknologi kedokteran yang canggih serta ratusan dokter terbaik yang ada di muka bumi ini.
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? (QS An-Nisa 4:78)
3. Kematian akan mengejar siapapun walaupun ia lari menghindar.
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS al-Jumu’ah, 62:8)
4. Kematian datang secara tiba-tiba.
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS, Luqman 31:34)
5. Kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS, Al-Munafiqun, 63:11)
Dahsyatnya Rasa Sakit Saat Sakaratul Maut
Sabda Rasulullah SAW : “Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang” (HR Tirmidzi)
Sabda Rasulullah SAW : “Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutera yang tersobek ?” (HR Bukhari)
Atsar (pendapat) para sahabat Rasulullah SAW .
Ka’b al-Ahbar berpendapat : “Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam perut seseorang. Lalu, seorang lelaki menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun membawa semua bagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa”.
Imam Ghozali berpendapat : “Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga bagian orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit kepala hingga kaki”.
Imam Ghozali juga mengutip suatu riwayat ketika sekelompok Bani Israil yang sedang melewati sebuah pekuburan berdoa pada Allah SWT agar Ia menghidupkan satu mayat dari pekuburan itu sehingga mereka bisa mengetahui gambaran sakaratul maut. Dengan izin Allah melalui suatu cara tiba-tiba mereka dihadapkan pada seorang pria yang muncul dari salah satu kuburan. “Wahai manusia !”, kata pria tersebut. “Apa yang kalian kehendaki dariku? Limapuluh tahun yang lalu aku mengalami kematian, namun hingga kini rasa perih bekas sakaratul maut itu belum juga hilang dariku.”
Proses sakaratul maut bisa memakan waktu yang berbeda untuk setiap orang, dan tidak dapat dihitung dalam ukuran detik seperti hitungan waktu dunia ketika kita menyaksikan detik-detik terakhir kematian seseorang. Mustafa Kemal Attaturk, bapak modernisasi (sekularisasi) Turki, yang mengganti Turki dari negara bersyariat Islam menjadi negara sekular, dikabarkan mengalami proses sakaratul maut selama 6 bulan (walau tampak dunianya hanya beberapa detik), seperti dilaporkan oleh salah satu keturunannya melalui sebuah mimpi.
Rasa sakit sakaratul maut dialami setiap manusia, dengan berbagai macam tingkat rasa sakit, ini tidak terkait dengan tingkat keimanan atau kezhaliman seseorang selama ia hidup. Sebuah riwayat bahkan mengatakan bahwa rasa sakit sakaratul maut merupakan suatu proses pengurangan kadar siksaan akhirat kita kelak. Demikianlah rencana Allah. Wallahu a’lam bis shawab.
Sakaratul Maut Orang-orang Zhalim
Imam Ghozali mengutip sebuah riwayat yang menceritakan tentang keinginan Ibrahim as untuk melihat wajah Malaikatul Maut ketika mencabut nyawa orang zhalim. Allah SWT pun memperlihatkan gambaran perupaan Malaikatul Maut sebagai seorang pria besar berkulit legam, rambut berdiri, berbau busuk, memiliki dua mata, satu didepan satu dibelakang, mengenakan pakaian serba hitam, sangat menakutkan, dari mulutnya keluar jilatan api, ketika melihatnya Ibrahim as pun pingsan tak sadarkan diri. Setelah sadar Ibrahim as pun berkata bahwa dengan memandang wajah Malaikatul Maut rasanya sudah cukup bagi seorang pelaku kejahatan untuk menerima ganjaran hukuman kejahatannya, padahal hukuman akhirat Allah jauh lebih dahsyat dari itu.
Kisah ini menggambarkan bahwa melihat wajah Malakatul Maut saja sudah menakutkan apalagi ketika sang Malaikat mulai menyentuh tubuh kita, menarik paksa roh dari tubuh kita, kemudian mulai menghentak-hentak tubuh kita agar roh (yang masih cinta dunia dan enggan meninggalkan dunia) lepas dari tubuh kita ibarat melepas akar serabut-serabut baja yang tertanam sangat dalam di tanah yang terbuat dari timah keras.
Itulah wajah Malaikatul Maut yang akan mendatangi kita kelak dan memisahkan roh dari tubuh kita. Itulah wajah yang seandainya kita melihatnya dalam mimpi sekalipun maka kita tidak akan pernah lagi bisa tertawa dan merasakan kegembiraan sepanjang sisa hidup kita.
Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS Al-An’am 6:93)
(Yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat lalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata); "Kami sekali-kali tidak mengerjakan sesuatu kejahatan pun". (Malaikat menjawab): "Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan". Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (QS, An-Nahl, 16 : 28-29)
Di akhir sakaratul maut, seorang manusia akan diperlihatkan padanya wajah dua Malaikat Pencatat Amal. Kepada orang zhalim, si malaikat akan berkata, “Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik, engkaulah yang membuat kami terpaksa hadir kami ke tengah-tengah perbuatan kejimu, dan membuat kami hadir menyaksikan perbuatan burukmu, memaksa kami mendengar ucapan-ucapan burukmu. Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik ! “ Ketika itulah orang yang sekarat itu menatap lesu ke arah kedua malaikat itu.
Ketika sakaratul maut hampir selesai, dimana tenaga mereka telah hilang dan roh mulai merayap keluar dari jasad mereka, maka tibalah saatnya Malaikatul Maut mengabarkan padanya rumahnya kelak di akhirat. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tak seorangpun diantara kalian yang akan meninggalkan dunia ini kecuali telah diberikan tempat kembalinya dan diperlihatkan padanya tempatnya di surga atau di neraka”.
Dan inilah ucapan malaikat ketika menunjukkan rumah akhirat seorang zhalim di neraka, “Wahai musuh Allah, itulah rumahmu kelak, bersiaplah engkau merasakan siksa neraka”. Naudzu bila min dzalik!
Sakaratul Maut Orang-orang Yang Bertaqwa
Sebaliknya Imam Ghozali mengatakan bahwa orang beriman akan melihat rupa Malaikatul Maut sebagai pemuda tampan, berpakaian indah dan menyebarkan wangi yang sangat harum.
Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Assalamu alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan". (QS, An-Nahl, 16 : 30-31-32)
Dan saat terakhir sakaratul mautnya, malaikatpun akan menunjukkan surga yang akan menjadi rumahnya kelak di akhirat, dan berkata padanya, “Bergembiaralah, wahai sahabat Allah, itulah rumahmu kelak, bergembiralah dalam masa-masa menunggumu”.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Semoga kita yang masih hidup dapat selalu dikaruniai hidayah-Nya, berada dalam jalan yang benar, selalu istiqomah dalam keimanan, dan termasuk umat yang dimudahkan-Nya, selama hidup di dunia, di akhir hidup, ketika sakaratul maut, di alam barzakh, di Padang Mahsyar, di jembatan jembatan Sirath-al mustaqim, dan seterusnya.
Amin !
Datangnya Kematian Menurut Al Qur’an :
1. Kematian bersifat memaksa dan siap menghampiri manusia walaupun kita berusaha menghindarkan resiko-resiko kematian.
Katakanlah: "Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu ke luar (juga) ke tempat mereka terbunuh". Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha Mengetahui isi hati. (QS Ali Imran, 3:154)
2. Kematian akan mengejar siapapun meskipun ia berlindung di balik benteng yang kokoh atau berlindung di balik teknologi kedokteran yang canggih serta ratusan dokter terbaik yang ada di muka bumi ini.
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun? (QS An-Nisa 4:78)
3. Kematian akan mengejar siapapun walaupun ia lari menghindar.
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS al-Jumu’ah, 62:8)
4. Kematian datang secara tiba-tiba.
Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS, Luqman 31:34)
5. Kematian telah ditentukan waktunya, tidak dapat ditunda atau dipercepat
Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS, Al-Munafiqun, 63:11)
Dahsyatnya Rasa Sakit Saat Sakaratul Maut
Sabda Rasulullah SAW : “Sakaratul maut itu sakitnya sama dengan tusukan tiga ratus pedang” (HR Tirmidzi)
Sabda Rasulullah SAW : “Kematian yang paling ringan ibarat sebatang pohon penuh duri yang menancap di selembar kain sutera. Apakah batang pohon duri itu dapat diambil tanpa membawa serta bagian kain sutera yang tersobek ?” (HR Bukhari)
Atsar (pendapat) para sahabat Rasulullah SAW .
Ka’b al-Ahbar berpendapat : “Sakaratul maut ibarat sebatang pohon berduri yang dimasukkan kedalam perut seseorang. Lalu, seorang lelaki menariknya dengan sekuat-kuatnya sehingga ranting itupun membawa semua bagian tubuh yang menyangkut padanya dan meninggalkan yang tersisa”.
Imam Ghozali berpendapat : “Rasa sakit yang dirasakan selama sakaratul maut menghujam jiwa dan menyebar ke seluruh anggota tubuh sehingga bagian orang yang sedang sekarat merasakan dirinya ditarik-tarik dan dicerabut dari setiap urat nadi, urat syaraf, persendian, dari setiap akar rambut dan kulit kepala hingga kaki”.
Imam Ghozali juga mengutip suatu riwayat ketika sekelompok Bani Israil yang sedang melewati sebuah pekuburan berdoa pada Allah SWT agar Ia menghidupkan satu mayat dari pekuburan itu sehingga mereka bisa mengetahui gambaran sakaratul maut. Dengan izin Allah melalui suatu cara tiba-tiba mereka dihadapkan pada seorang pria yang muncul dari salah satu kuburan. “Wahai manusia !”, kata pria tersebut. “Apa yang kalian kehendaki dariku? Limapuluh tahun yang lalu aku mengalami kematian, namun hingga kini rasa perih bekas sakaratul maut itu belum juga hilang dariku.”
Proses sakaratul maut bisa memakan waktu yang berbeda untuk setiap orang, dan tidak dapat dihitung dalam ukuran detik seperti hitungan waktu dunia ketika kita menyaksikan detik-detik terakhir kematian seseorang. Mustafa Kemal Attaturk, bapak modernisasi (sekularisasi) Turki, yang mengganti Turki dari negara bersyariat Islam menjadi negara sekular, dikabarkan mengalami proses sakaratul maut selama 6 bulan (walau tampak dunianya hanya beberapa detik), seperti dilaporkan oleh salah satu keturunannya melalui sebuah mimpi.
Rasa sakit sakaratul maut dialami setiap manusia, dengan berbagai macam tingkat rasa sakit, ini tidak terkait dengan tingkat keimanan atau kezhaliman seseorang selama ia hidup. Sebuah riwayat bahkan mengatakan bahwa rasa sakit sakaratul maut merupakan suatu proses pengurangan kadar siksaan akhirat kita kelak. Demikianlah rencana Allah. Wallahu a’lam bis shawab.
Sakaratul Maut Orang-orang Zhalim
Imam Ghozali mengutip sebuah riwayat yang menceritakan tentang keinginan Ibrahim as untuk melihat wajah Malaikatul Maut ketika mencabut nyawa orang zhalim. Allah SWT pun memperlihatkan gambaran perupaan Malaikatul Maut sebagai seorang pria besar berkulit legam, rambut berdiri, berbau busuk, memiliki dua mata, satu didepan satu dibelakang, mengenakan pakaian serba hitam, sangat menakutkan, dari mulutnya keluar jilatan api, ketika melihatnya Ibrahim as pun pingsan tak sadarkan diri. Setelah sadar Ibrahim as pun berkata bahwa dengan memandang wajah Malaikatul Maut rasanya sudah cukup bagi seorang pelaku kejahatan untuk menerima ganjaran hukuman kejahatannya, padahal hukuman akhirat Allah jauh lebih dahsyat dari itu.
Kisah ini menggambarkan bahwa melihat wajah Malakatul Maut saja sudah menakutkan apalagi ketika sang Malaikat mulai menyentuh tubuh kita, menarik paksa roh dari tubuh kita, kemudian mulai menghentak-hentak tubuh kita agar roh (yang masih cinta dunia dan enggan meninggalkan dunia) lepas dari tubuh kita ibarat melepas akar serabut-serabut baja yang tertanam sangat dalam di tanah yang terbuat dari timah keras.
Itulah wajah Malaikatul Maut yang akan mendatangi kita kelak dan memisahkan roh dari tubuh kita. Itulah wajah yang seandainya kita melihatnya dalam mimpi sekalipun maka kita tidak akan pernah lagi bisa tertawa dan merasakan kegembiraan sepanjang sisa hidup kita.
Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakratulmaut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): "Keluarkanlah nyawamu". Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (QS Al-An’am 6:93)
(Yaitu) orang-orang yang dimatikan oleh para malaikat dalam keadaan berbuat lalim kepada diri mereka sendiri, lalu mereka menyerah diri (sambil berkata); "Kami sekali-kali tidak mengerjakan sesuatu kejahatan pun". (Malaikat menjawab): "Ada, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang telah kamu kerjakan". Maka masukilah pintu-pintu neraka Jahanam, kamu kekal di dalamnya. Maka amat buruklah tempat orang-orang yang menyombongkan diri itu. (QS, An-Nahl, 16 : 28-29)
Di akhir sakaratul maut, seorang manusia akan diperlihatkan padanya wajah dua Malaikat Pencatat Amal. Kepada orang zhalim, si malaikat akan berkata, “Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik, engkaulah yang membuat kami terpaksa hadir kami ke tengah-tengah perbuatan kejimu, dan membuat kami hadir menyaksikan perbuatan burukmu, memaksa kami mendengar ucapan-ucapan burukmu. Semoga Allah tidak memberimu balasan yang baik ! “ Ketika itulah orang yang sekarat itu menatap lesu ke arah kedua malaikat itu.
Ketika sakaratul maut hampir selesai, dimana tenaga mereka telah hilang dan roh mulai merayap keluar dari jasad mereka, maka tibalah saatnya Malaikatul Maut mengabarkan padanya rumahnya kelak di akhirat. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Tak seorangpun diantara kalian yang akan meninggalkan dunia ini kecuali telah diberikan tempat kembalinya dan diperlihatkan padanya tempatnya di surga atau di neraka”.
Dan inilah ucapan malaikat ketika menunjukkan rumah akhirat seorang zhalim di neraka, “Wahai musuh Allah, itulah rumahmu kelak, bersiaplah engkau merasakan siksa neraka”. Naudzu bila min dzalik!
Sakaratul Maut Orang-orang Yang Bertaqwa
Sebaliknya Imam Ghozali mengatakan bahwa orang beriman akan melihat rupa Malaikatul Maut sebagai pemuda tampan, berpakaian indah dan menyebarkan wangi yang sangat harum.
Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertakwa: "Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu?" Mereka menjawab: "(Allah telah menurunkan) kebaikan". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) surga Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka): "Assalamu alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan". (QS, An-Nahl, 16 : 30-31-32)
Dan saat terakhir sakaratul mautnya, malaikatpun akan menunjukkan surga yang akan menjadi rumahnya kelak di akhirat, dan berkata padanya, “Bergembiaralah, wahai sahabat Allah, itulah rumahmu kelak, bergembiralah dalam masa-masa menunggumu”.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Semoga kita yang masih hidup dapat selalu dikaruniai hidayah-Nya, berada dalam jalan yang benar, selalu istiqomah dalam keimanan, dan termasuk umat yang dimudahkan-Nya, selama hidup di dunia, di akhir hidup, ketika sakaratul maut, di alam barzakh, di Padang Mahsyar, di jembatan jembatan Sirath-al mustaqim, dan seterusnya.
Amin !
Ciri Orang Yang Berbahagia & Orang Yang Celaka
Di antara ciri-ciri kebahagiaan dan kemenangan seorang hamba adalah :
Ketika ilmu pengetahuannya bertambah, maka bertambah pula kerendahan hati dan rasa kasih sayangnya.
Ketika bertambah amal-amalnya, semakin bertambah pula rasa takut dan kehati-hatiannya dalam melaksanakan perintah Allah.
Ketika bertambah usia, maka semakin berkurang semua ambisi-ambisi keduniawiannya.
Ketika harta bertambah, maka bertambah pula sifat kedermawanannya.
Ketika bertambah tinggi kemampuan dan kedudukannya, maka bertambahlah pula kedekatan dirinya pada manusia dan semakin rendah hati kepada mereka.
Sebaliknya, ciri-ciri seorang hamba yang celaka adalah :
Ketika ilmu bertambah, maka semakin bertambah kesombongannya.
Ketika bertambah amalannya, maka makin bertambah kebanggaan kepada dirinya sendiri dan penghinaan kepada orang lain.
Ketika semakin bertambah kemampuan dan kedudukannya, semakin bertambah pula kesombongannya.
(Al Fawaid, Imam Ibnul Qoyyim)
Ketika ilmu pengetahuannya bertambah, maka bertambah pula kerendahan hati dan rasa kasih sayangnya.
Ketika bertambah amal-amalnya, semakin bertambah pula rasa takut dan kehati-hatiannya dalam melaksanakan perintah Allah.
Ketika bertambah usia, maka semakin berkurang semua ambisi-ambisi keduniawiannya.
Ketika harta bertambah, maka bertambah pula sifat kedermawanannya.
Ketika bertambah tinggi kemampuan dan kedudukannya, maka bertambahlah pula kedekatan dirinya pada manusia dan semakin rendah hati kepada mereka.
Sebaliknya, ciri-ciri seorang hamba yang celaka adalah :
Ketika ilmu bertambah, maka semakin bertambah kesombongannya.
Ketika bertambah amalannya, maka makin bertambah kebanggaan kepada dirinya sendiri dan penghinaan kepada orang lain.
Ketika semakin bertambah kemampuan dan kedudukannya, semakin bertambah pula kesombongannya.
(Al Fawaid, Imam Ibnul Qoyyim)
Pak Harto, Tukul, dan Cah (n)Deso
Judul: Anak Desa, Biografi Presiden Soeharto
Pengarang: O.G. Roeder
Penerbit: Gunung Agung, Jakarta
Cetakan: 1976
Tebal: 416
Oooo.....ndeso!
Di hadapan Tukul, secantik atau setampan apapun selebritis kita, pasti mati kutu dengan kata itu. Tukul yang sebenarnya lebih ndeso punya alasan hingga berani berkata seperti itu. “Meskipun anjing menggonggong, timpuk saja!” katanya.
Melihat polah Tukul, tentu saja, sontak penonton tertawa. Tukul adalah obat dari beragam terpaan bencana. Kedatangan Tukul di layar kaca tepat waktu. Ia datang di saat negeri ini butuh senyum dan hiburan.
Tingkah Tukul yang belagu, lugu, dan sok tahu kadang bikin geli atau bahkan tawa. Pun tatkala ia mengironikan dirinya sendiri. Tukul seolah mengajak para penggemarnya menertawakan dirinya sendiri. Bisa jadi kita lebih ndeso dan katro dibanding Tukul. Hanya saja kita gengsi dan malu mengakui.
Maret lalu, kurang lebih sudah sepuluh bulan Empat Mata digelar. Bulan Maret kebetulan dalam catatan republik ada peristiwa besar terjadi. Tepat 11 Maret 1965 silam, Pak Harto menerima Surat Perintah Sebelas Maret. Surat sakti yang menjadi modal baginya untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia.
Surat perintah itu, sebagaimana publik ketahui, sampai detik ini belum diketahui keberadaannya. Sebuah surat penting yang luput dari kejelian dan ketelitian pendokumentasian dan pengarsiapan negara. Lantas kita pun bertanya, sebegitu parahkah pengarsipan di negeri ini? Mungkin Supersemar disimpan jin dari negeri antah berantah? Banyolan apa lagi ini.
Yang pasti surat itu tak mungkin disimpan Thukul. Sebab ketika surat perintah itu ditandatangani di Bogor, Tukul baru berusia 2,5 tahun. Mungkinkah anak sekecil itu menyimpan surat sakti? Bisa jadi mungkin. Tapi kemungkinannya 0,09%. Jikapun dia membawa surat itu, tentu, nasib tak menjadikannya sebagai pelawak. Mungkin jadi Jendral, direktur BUMN, atau pejabat.
Tak pernah tercantum dalam sumber manapun ada keterkaitan antara Tukul dan Pak Harto. Satu-satunya keterkaitan Pak Harto dan Tukul adalah sama-sama dari ndeso. Meski keduanya berasal dari desa tetap saja ada perbedaan. Pak Harto dalam buku Anak Desa, Biografi Presiden Soeharto karangan O.G. Roeder (1976) terang-terangan menyebut dirinya anak desa. Tapi Tukul beda, ia belagu menyebut dirinya ndeso saat laptop-nya dimatikan.
Kesamaan sekaligus perbedaan kedua, kedua-duanya pernah tinggal di Semarang. Pak Harto jadi Panglima Divisi Diponegoro. Sementara Tukul, lahir di Semarang dan pernah jadi Juara Lawak tingkat Jawa Tengah. Perbedaan mencolok lain, Pak Harto tak pernah jadi juara lawak, pun Tukul bukan tentara bermuka seram.
Penggemar Tukul tak bisa bayangkan andai wajah idolanya itu bermuka garang. Sebab senyum, yang membuat Tukul lekat di hati penggemar fanatiknya. Senyum Tukul yang memberi kesan seolah dia tak punya utang dan dosa.
Senyumnya yang menawan membuat penonton tergoda. Kalau penonton ribut, Tukul akan bilang, “silent please...” Anehnya penonton pun diam. Jika ada yang berani menyelutuk, sontak Tukul berkata, “Sobek...sobek...mulutmu!”.
Tak ada yang marah dengan perkataanya. Sebab penonton tahu Tukul cuma bercanda. Ia tak sungguh-sungguh menyobek mulut dari orang yang usul usil. Tapi ia sungguh-sungguh ketika bilang, “silent please.... Itu pun dengan gaya bercanda bukan pakai bedil dan mata melotot.
Tapi Tukul juga punya kekuatan untuk mengendalikan keadaaan di studio Empat Mata. Jika suasana sudah melenceng, diskusi melantur, banyak celutukan tak “jelas” Tukul akan segera berkata, “kembali ke lap top...” Di layar kaca tampak sebagian besar pemirsa di studio ikut-ikutan menunjuk lap top. Beberapa yang lain diam. Sebagiannya lagi cuma tersenyum.
Lap top tampaknya menjadi penopang utama kekuasaan Tukul. Lap top adalah istrinya. Matinya lap top menjadikan Tukul pincang dalam membawakan dagelan ala Empat Mata. Ia bahkan tak berdaya jika lap topnya mati atau dimatikan. Saat lap top nya mati, ia kehilangan visi. Bicara ngelantur. Ia pun tampak sedih.
Sebab lap top yang mengusulkan kepada Tukul untuk menjalankan “negara” Empat Mata. Kertas yang seperti pengganti lap top, terkadang tak bisa diandalkan. Tidak semua pertanyaan ada di situ. Dari mana ia dapatkan jawaban sementara isterinya mati?
Apalagi bersamaan dengan itu, pendukung acara ikut-ikutan meledek. Pemirsa di studio meledek. Semua meledek. Tinggalah Tukul sendiri bersama kertas pembantu yang tak bisa diandalkan. Ia pun akhirnya merengek. Bermuka kecut. Tak bisa lagi tersenyum, dan tampak serius. Itulah ujian terberat yang dihadapi Tukul.
Kembali ke Pak Harto. Setelah lengser keprabon Mei 1998 silam, Pak Harto sakit-sakitan. Beberapa kali penyakitnya kambuh. Tiap kali dimintai keterangan pengadilan, ia dalam keadaan sakit. Sebagaimana diketahui, orang sakit seperti Pak Harto, kasihan untuk ditanya-tanya terus. Memangnya talk show?
Kalau pengadilan seperti talk shaw sudah beres negeri ini. Tiap orang bebas bercerita. Tanpa takut dipenjara. Apalagi pembawa acaranya Tukul Arwana, pasti penuh canda. Apalagi pilihan bintang tamunya tepat. Benar-benar orang yang terlibat dan tahu. Pasti paradigmanya jelas.
“Sok tahu..... ,“ kata Tukul.
Tapi siapa yang diundang dan diwawancarai jika talk show mengambil tema Supersemar? Bukankah keempat jendral pembawa surat itu sudah meninggal. Tak mungkin agaknya surat itu jatuh di perjalanan Bogor-Jakarta. Sebab foto Supersemar masih ada di buku 30 tahun Indonesia Merdeka. Hanya saja di situ tertulis kota Jakarta, bukan Bogor.
Saya bayangkan, seadainya Pak Harto sehat, diundang Empat Mata membahas Supersemar. Apa jadinya jika dua orang dari desa bertemu. Seperti apakah tingkah Tukul? Mungkinkah dia yang justru mati kutu seperti para selebritis yang sering diledeknya? Masihkah Tukul berani bilang , “ooo...ndeso! katro!...puas!?...puas!?...puas!? (baca dengan gaya Tukul).
Pengarang: O.G. Roeder
Penerbit: Gunung Agung, Jakarta
Cetakan: 1976
Tebal: 416
Oooo.....ndeso!
Di hadapan Tukul, secantik atau setampan apapun selebritis kita, pasti mati kutu dengan kata itu. Tukul yang sebenarnya lebih ndeso punya alasan hingga berani berkata seperti itu. “Meskipun anjing menggonggong, timpuk saja!” katanya.
Melihat polah Tukul, tentu saja, sontak penonton tertawa. Tukul adalah obat dari beragam terpaan bencana. Kedatangan Tukul di layar kaca tepat waktu. Ia datang di saat negeri ini butuh senyum dan hiburan.
Tingkah Tukul yang belagu, lugu, dan sok tahu kadang bikin geli atau bahkan tawa. Pun tatkala ia mengironikan dirinya sendiri. Tukul seolah mengajak para penggemarnya menertawakan dirinya sendiri. Bisa jadi kita lebih ndeso dan katro dibanding Tukul. Hanya saja kita gengsi dan malu mengakui.
Maret lalu, kurang lebih sudah sepuluh bulan Empat Mata digelar. Bulan Maret kebetulan dalam catatan republik ada peristiwa besar terjadi. Tepat 11 Maret 1965 silam, Pak Harto menerima Surat Perintah Sebelas Maret. Surat sakti yang menjadi modal baginya untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia.
Surat perintah itu, sebagaimana publik ketahui, sampai detik ini belum diketahui keberadaannya. Sebuah surat penting yang luput dari kejelian dan ketelitian pendokumentasian dan pengarsiapan negara. Lantas kita pun bertanya, sebegitu parahkah pengarsipan di negeri ini? Mungkin Supersemar disimpan jin dari negeri antah berantah? Banyolan apa lagi ini.
Yang pasti surat itu tak mungkin disimpan Thukul. Sebab ketika surat perintah itu ditandatangani di Bogor, Tukul baru berusia 2,5 tahun. Mungkinkah anak sekecil itu menyimpan surat sakti? Bisa jadi mungkin. Tapi kemungkinannya 0,09%. Jikapun dia membawa surat itu, tentu, nasib tak menjadikannya sebagai pelawak. Mungkin jadi Jendral, direktur BUMN, atau pejabat.
Tak pernah tercantum dalam sumber manapun ada keterkaitan antara Tukul dan Pak Harto. Satu-satunya keterkaitan Pak Harto dan Tukul adalah sama-sama dari ndeso. Meski keduanya berasal dari desa tetap saja ada perbedaan. Pak Harto dalam buku Anak Desa, Biografi Presiden Soeharto karangan O.G. Roeder (1976) terang-terangan menyebut dirinya anak desa. Tapi Tukul beda, ia belagu menyebut dirinya ndeso saat laptop-nya dimatikan.
Kesamaan sekaligus perbedaan kedua, kedua-duanya pernah tinggal di Semarang. Pak Harto jadi Panglima Divisi Diponegoro. Sementara Tukul, lahir di Semarang dan pernah jadi Juara Lawak tingkat Jawa Tengah. Perbedaan mencolok lain, Pak Harto tak pernah jadi juara lawak, pun Tukul bukan tentara bermuka seram.
Penggemar Tukul tak bisa bayangkan andai wajah idolanya itu bermuka garang. Sebab senyum, yang membuat Tukul lekat di hati penggemar fanatiknya. Senyum Tukul yang memberi kesan seolah dia tak punya utang dan dosa.
Senyumnya yang menawan membuat penonton tergoda. Kalau penonton ribut, Tukul akan bilang, “silent please...” Anehnya penonton pun diam. Jika ada yang berani menyelutuk, sontak Tukul berkata, “Sobek...sobek...mulutmu!”.
Tak ada yang marah dengan perkataanya. Sebab penonton tahu Tukul cuma bercanda. Ia tak sungguh-sungguh menyobek mulut dari orang yang usul usil. Tapi ia sungguh-sungguh ketika bilang, “silent please.... Itu pun dengan gaya bercanda bukan pakai bedil dan mata melotot.
Tapi Tukul juga punya kekuatan untuk mengendalikan keadaaan di studio Empat Mata. Jika suasana sudah melenceng, diskusi melantur, banyak celutukan tak “jelas” Tukul akan segera berkata, “kembali ke lap top...” Di layar kaca tampak sebagian besar pemirsa di studio ikut-ikutan menunjuk lap top. Beberapa yang lain diam. Sebagiannya lagi cuma tersenyum.
Lap top tampaknya menjadi penopang utama kekuasaan Tukul. Lap top adalah istrinya. Matinya lap top menjadikan Tukul pincang dalam membawakan dagelan ala Empat Mata. Ia bahkan tak berdaya jika lap topnya mati atau dimatikan. Saat lap top nya mati, ia kehilangan visi. Bicara ngelantur. Ia pun tampak sedih.
Sebab lap top yang mengusulkan kepada Tukul untuk menjalankan “negara” Empat Mata. Kertas yang seperti pengganti lap top, terkadang tak bisa diandalkan. Tidak semua pertanyaan ada di situ. Dari mana ia dapatkan jawaban sementara isterinya mati?
Apalagi bersamaan dengan itu, pendukung acara ikut-ikutan meledek. Pemirsa di studio meledek. Semua meledek. Tinggalah Tukul sendiri bersama kertas pembantu yang tak bisa diandalkan. Ia pun akhirnya merengek. Bermuka kecut. Tak bisa lagi tersenyum, dan tampak serius. Itulah ujian terberat yang dihadapi Tukul.
Kembali ke Pak Harto. Setelah lengser keprabon Mei 1998 silam, Pak Harto sakit-sakitan. Beberapa kali penyakitnya kambuh. Tiap kali dimintai keterangan pengadilan, ia dalam keadaan sakit. Sebagaimana diketahui, orang sakit seperti Pak Harto, kasihan untuk ditanya-tanya terus. Memangnya talk show?
Kalau pengadilan seperti talk shaw sudah beres negeri ini. Tiap orang bebas bercerita. Tanpa takut dipenjara. Apalagi pembawa acaranya Tukul Arwana, pasti penuh canda. Apalagi pilihan bintang tamunya tepat. Benar-benar orang yang terlibat dan tahu. Pasti paradigmanya jelas.
“Sok tahu..... ,“ kata Tukul.
Tapi siapa yang diundang dan diwawancarai jika talk show mengambil tema Supersemar? Bukankah keempat jendral pembawa surat itu sudah meninggal. Tak mungkin agaknya surat itu jatuh di perjalanan Bogor-Jakarta. Sebab foto Supersemar masih ada di buku 30 tahun Indonesia Merdeka. Hanya saja di situ tertulis kota Jakarta, bukan Bogor.
Saya bayangkan, seadainya Pak Harto sehat, diundang Empat Mata membahas Supersemar. Apa jadinya jika dua orang dari desa bertemu. Seperti apakah tingkah Tukul? Mungkinkah dia yang justru mati kutu seperti para selebritis yang sering diledeknya? Masihkah Tukul berani bilang , “ooo...ndeso! katro!...puas!?...puas!?...puas!? (baca dengan gaya Tukul).
Tukul, Untumu Itu......
Judul:Tukul Arwana, Kisah Sukes dengan Kristalisasi Keringat
Penyusun: Ahmad Bahar
Penerbit: Penebar Swadaya
Cetakan: 2007
Tebal: 139 hlm.
Andai saja dunia ini dihuni orang seperti Tukul Arwana semua, apa jadinya? Seorang agamais akan menjawabnya, tak mungkin. Manusia ditakdirkan berbeda-beda. Lain lagi jawab pengamat militer, “dunia pasti damai”. Seorang negarawan bilang, “la yang ngurusin rakyat terus siapa?”. Tapi ada jawaban lain. Jika dunia dihuni orang seperti Tukul semua, jadinya ya banyak sekali Tukul....
Sederhana bukan? Ngga ndakik-ndakik. Jauh dari neko-neko. Tak melangit atau menghujam. Biasa saja. Biasa saja, tak lebih atau kurang dari itu. Seperti itulah barangkali diri Tukul. Barangkali itulah yang terjadi saat ini. Betapa susahnya menjadi biasa saja. Dan yang biasa saja la kok malah jadi luar biasa. Duh Gusti...apa ini yang namanya wolak-waliking jaman.
Tukul yang sederhana. Tukul yang ndeso cum katrok. Seperti itulah Tukul yang ditulis dalam buku ini. Biografi yang ditulis dan terbit saat prestasi Tukul meroket. Sebagaimana biasa dipahami orang, yang dibiografikan ialah orang-orang hebat. Tukul pun demikian adanya. Maka pantas saja, orang menulis Tukul. Sebab Tukul itu baru penting dan perlu ditulis.
Sebab ia sedang menjadi orang penting, maka tak pantas mulutnya disobek-sobek. Tukul itu seorang pelawak sukses. Pinter bermain kata-kata. Cerdas mengambil tindakan. Ia bisa menyihir banyak orang untuk menatapnya. Dengan kelucuannya, ia bisa dulang rupiah. Tukul itu jujur. Ia tak suka umbar janji.
Jika ia suka mempermainkan orang itu tak dapat dipungkiri. Tapi bukankah orang yang dipermainkan justru terbahak-bahak. Giginya meringis. Lupa sejenak dengan utang. Tak ingat pada pelbagai korupsi. Yang korupsi pun, mungkin, lupa sejenak untuk tak korupsi.
Sukses Tukul itu bukan karena ia dikontak sampai 100 episode. Pun bukan ia bisa mejeng di pelbagai stasiun tv. Bisa membangun rumah bapaknya. Suksesnya lelaki kelahiran Semarang ini bisa mencium pipi alus aktris-aktris. Gratis lagi. Dan artis pun banyak yang mau. Ikhlas lagi. Tanpa sungkan atau takut disuruduk gigi Tukul. Ini yang hebat. Tapi perilaku ini, yang konon, tak mendidik.
Mengumbar hasrat di depan publik itu tak baik. Apalagi untuk anak-anak. Mereka perlu diberi tayangan yang baik. Jam 21.00 saat acara Empat Mata digelar anak-anak sedang belajar. Ini jika mereka taat jam belajar. Ini jika papan pengumuman jam belajar di gang-gang Jogja itu tak cuma jadi asesoris kota.
Jadilah Tukul itu teks di depan sidang pemirsa. Akhirnya jika sudah menjadi teks ia milik publik. Banyak orang mencintainya. Tak sedikit yang mengkritiknya. Beberapa orang yang tak pernah dikenal namanya diuntungkan dengan kehadiran Tukul. Itu sudah biasa menjadi resiko orang hebat.
Untuk menjadi hebat pun ternyata tak bisa dengan bim salabim. Ternyata butuh kristalisasi keringat. Seorang yang hebat, seperti Tukul, telah melalui audisi yang panjang, 14 tahun. Ia dikarantina dalam kehidupannya. Ia diejek, dipuji, disuruh latihan lagi terus dan terus.
Tak mudah menjadi seorang Tukul. Ia yang sebelum moncer dikenal tukang ngutang. Ngutangnya memang benar-benar miskin. Bukan sebab dia punya hutan, laut, pulau, dan kekayaan lain tapi ngga bisa memanfaatkannya. Ia dulu benar-benar papa dan nestapa.
Orang tentu ingin menjadi Tukul yang sekarang. Tak ingin menjadi Tukul sebelum moncer. Itulah sebab orang di dunia ini tak seperti Tukul semua. Mungkin yang dikatakan agamais, tentara, negarawan itu benar. Dunia akan kacau atau sebaliknya damai jika seperti Tukul semua.
Pada akhirnya memang harus ada yang ditonton dan menonton. Sekalipun itu berasal dari yang ndeso dan katrok. Kita pun sudah lelah memberi stereotip. Jika tak setuju, tak sobek-sobek mulutmu!!!!
Penyusun: Ahmad Bahar
Penerbit: Penebar Swadaya
Cetakan: 2007
Tebal: 139 hlm.
Andai saja dunia ini dihuni orang seperti Tukul Arwana semua, apa jadinya? Seorang agamais akan menjawabnya, tak mungkin. Manusia ditakdirkan berbeda-beda. Lain lagi jawab pengamat militer, “dunia pasti damai”. Seorang negarawan bilang, “la yang ngurusin rakyat terus siapa?”. Tapi ada jawaban lain. Jika dunia dihuni orang seperti Tukul semua, jadinya ya banyak sekali Tukul....
Sederhana bukan? Ngga ndakik-ndakik. Jauh dari neko-neko. Tak melangit atau menghujam. Biasa saja. Biasa saja, tak lebih atau kurang dari itu. Seperti itulah barangkali diri Tukul. Barangkali itulah yang terjadi saat ini. Betapa susahnya menjadi biasa saja. Dan yang biasa saja la kok malah jadi luar biasa. Duh Gusti...apa ini yang namanya wolak-waliking jaman.
Tukul yang sederhana. Tukul yang ndeso cum katrok. Seperti itulah Tukul yang ditulis dalam buku ini. Biografi yang ditulis dan terbit saat prestasi Tukul meroket. Sebagaimana biasa dipahami orang, yang dibiografikan ialah orang-orang hebat. Tukul pun demikian adanya. Maka pantas saja, orang menulis Tukul. Sebab Tukul itu baru penting dan perlu ditulis.
Sebab ia sedang menjadi orang penting, maka tak pantas mulutnya disobek-sobek. Tukul itu seorang pelawak sukses. Pinter bermain kata-kata. Cerdas mengambil tindakan. Ia bisa menyihir banyak orang untuk menatapnya. Dengan kelucuannya, ia bisa dulang rupiah. Tukul itu jujur. Ia tak suka umbar janji.
Jika ia suka mempermainkan orang itu tak dapat dipungkiri. Tapi bukankah orang yang dipermainkan justru terbahak-bahak. Giginya meringis. Lupa sejenak dengan utang. Tak ingat pada pelbagai korupsi. Yang korupsi pun, mungkin, lupa sejenak untuk tak korupsi.
Sukses Tukul itu bukan karena ia dikontak sampai 100 episode. Pun bukan ia bisa mejeng di pelbagai stasiun tv. Bisa membangun rumah bapaknya. Suksesnya lelaki kelahiran Semarang ini bisa mencium pipi alus aktris-aktris. Gratis lagi. Dan artis pun banyak yang mau. Ikhlas lagi. Tanpa sungkan atau takut disuruduk gigi Tukul. Ini yang hebat. Tapi perilaku ini, yang konon, tak mendidik.
Mengumbar hasrat di depan publik itu tak baik. Apalagi untuk anak-anak. Mereka perlu diberi tayangan yang baik. Jam 21.00 saat acara Empat Mata digelar anak-anak sedang belajar. Ini jika mereka taat jam belajar. Ini jika papan pengumuman jam belajar di gang-gang Jogja itu tak cuma jadi asesoris kota.
Jadilah Tukul itu teks di depan sidang pemirsa. Akhirnya jika sudah menjadi teks ia milik publik. Banyak orang mencintainya. Tak sedikit yang mengkritiknya. Beberapa orang yang tak pernah dikenal namanya diuntungkan dengan kehadiran Tukul. Itu sudah biasa menjadi resiko orang hebat.
Untuk menjadi hebat pun ternyata tak bisa dengan bim salabim. Ternyata butuh kristalisasi keringat. Seorang yang hebat, seperti Tukul, telah melalui audisi yang panjang, 14 tahun. Ia dikarantina dalam kehidupannya. Ia diejek, dipuji, disuruh latihan lagi terus dan terus.
Tak mudah menjadi seorang Tukul. Ia yang sebelum moncer dikenal tukang ngutang. Ngutangnya memang benar-benar miskin. Bukan sebab dia punya hutan, laut, pulau, dan kekayaan lain tapi ngga bisa memanfaatkannya. Ia dulu benar-benar papa dan nestapa.
Orang tentu ingin menjadi Tukul yang sekarang. Tak ingin menjadi Tukul sebelum moncer. Itulah sebab orang di dunia ini tak seperti Tukul semua. Mungkin yang dikatakan agamais, tentara, negarawan itu benar. Dunia akan kacau atau sebaliknya damai jika seperti Tukul semua.
Pada akhirnya memang harus ada yang ditonton dan menonton. Sekalipun itu berasal dari yang ndeso dan katrok. Kita pun sudah lelah memberi stereotip. Jika tak setuju, tak sobek-sobek mulutmu!!!!
Kisah Lelaki Sejati
Kisah Lelaki Sejati
Kisah ini terjadi pada masa khalifah Umar bin Khattab ra. Ada seorang pemuda kaya hendak pergi ke Makkah untuk melaksnakan ibadah umrah. Dia mempersiapkan segala perbekalannya, termasuk unta yang akan digunakan sebagai kendaraannya. Setelah semua dirasa siap, diapun memulai perjalanannya.
Ditengah perjalanan, dia menemukan sebuah tempat yang ditumbuhi rumput hijau nan segar. Dia berhenti di tempat itu untuk beristirahat sejenak. Pemuda itu duduk dibawah pohon. Akhirnya, dia terlelap dalam tidurnya yang nyenyak.
Saat dia tidur, tali untanya lepas, sehingga unta itu pergi kesana kemari. Akhirnya unta itu masuk ke kebun yang ada di dekat situ. Unta itu memakan tanam-tanaman dan buah-buahan di dalam kebun. Dia juga merusak segala yang dilewatinya.
Penjaga kebun itu adalah seorang kakek yang sudah tua. Sang kakek berusaha mengusir unta itu. Namun dia tidak bisa. Karena khawatir unta itu akan merusak seluruh kebunnya, lalu sang kakek membunuhnya.
Ketika bangun, pemuda itu mencari untanya. Ternyata, dia menemukan unta itu telah tergeletak mati dengan leher menganga di dalam kebun. Pada saat itu seorang kakek datang.
Pemuda itu bertanya, ”Siapa yang membunuh unta ini?”
Kakek itu menceritakan apa yang telah dilakukan oleh unta itu. Karena kuatir akan merusak seluruh isi kebun, terpaksa dia membunuhnya.
Mendengar hal itu, sang pemuda sangat marah hingga tak terkendalikan. Serta merta dia memukul kakek penjaga kebun itu. Nasnya, kakek itu meninggal seketika. Pemuda itu menyesal atas apa yang diperbuatnya. Dia berniat kabur.
Saat itu, datanglah dua orang anak sang kakek tadi. Mengetahui ayahnya telah tergeletak tidak bernyawa dan disebelahnya berdiri pemuda itu, mereka lalu menangkapnya.
Kemudian, keduanya membawa pemdua itu untuk menghadap Amirul Mukminin; Khalifah Uman bin Khattab ra. Mereka berdua menuntut dilaksanakan qishash kepada pemuda yang telah membunuh ayah mereka.
Lalu, Umar bertanya kepada pemuda itu. Emuda itu mengakui pebuatannya. Dia benar-benar menyesal atas apa yang dilakukannya.
Umar berkata, ”Aku tidak punya pilihan lain kecuali melaksanakan hukum Allah.”
Seketika itu, sang pemuda meminta kepada Umar, agar dia diberi waktu dua hari untuk pergi ke kampungnya, sehingga dia bisa membayar hutang-hutangnya.
Umar bin Khattab berkata, ”Hadirkan padaku orang yang menjamin, bahwa kau akan kembali lagi kesini. Jika kau tidak kembali, orang itu yang akan diqishash sebagai ganti dirimu.”
Pemuda itu menjawab, ”Aku orang asing di negeri ini, Amirul Mukminin, aku tidak bis mendatangkan seorang penjamin.”
Sahabat Abu Dzar ra yang saat itu hadir disitu berkata, ”Hai Amirul Mukminin, ini kepalaku, aku berikan kepadamu jika pemuda ini tidak datang lagi setelah dua hari.”
Dengan terkejut, Umar bin Khattab berkata, ”Apakah kau yang menjadi penjaminnya, wahai Abu Dzar…wahai sahabat Rasulullah?”
”Benar, Amirul Mukminin,” jawab Abu Dzar lantang.
Pada hari yang telah ditetapkan untuk pelaksanaan hukuman qishash, orang-orang menantikan datangnya pemuda itu. Sangat mengejutkan! Dari jauh sekonyong-konyong meeka melihat pemuda itu datang dengan memacu kudanya. Sampai akhirnya, dia sampai di tempat pelaksanaan hukuman. Orang-orang memandang dengan rasa takjub.
Umar bertanya kepada pemuda itu, ”Mengapa kau kembali lagi kesini wahai anak muda, padahal kau bisa menyelamatkan diri dari maut?”
Pemuda itu menjawab, ”Wahai Amirul Mukiminin, aku datang kesini agar jangan sampai orang-orang berkata, ’tidak ada lagi orang yang menepati janji dikalangan orang islam’, dan agar orang-orang tidak mengatakan, ’tidak ada lagi lelaki sejati, kesatria yang berani mempertanggungjawabkan perbuatannya dikalangan umat Muhammad saw’.”
Lalu Umar melangkah ke arah Abu Dzar Al-Ghiffari dan berkata, ”Dan kau wahai Abu Dzar, bagaimana kau bisa mantap menjamin pemuda ini, padahal kau tidak kenal dengan pemuda ini?”
Abu Dzar menjawab, ”Aku lakukan itu agar orang-orang tidak mengatakan bahwa, ’tidak ada lagi lelaki jantan yang bersedia berkorban untuk Saudaranya seiman dalam umt Muhammad saw’.”
Mendengar itu semua, dua orang lelaki anak kakek yang terbunuh itu berkata, ”Sekarang tiba giliran kami, wahai Amirul Mukminin, kami bersaksi dihadapanmu bahwa pemuda ini telah kami maafkan, dan kami tidak meminta apapun darinya! Tidak ada yang lebih utama dari memberi maaf di kala mampu. Ini kami lakukan agar orang tidak mengatakan bahwa, ’tidak ada lagi orang yang berjiwa besar, yang mau memaafkan saudaranya di kalangan umat Muhammad saw’.”
Dari buku ”Ketika cinta berbuah surga” – Habiburahman El-Shirazy
Kisah ini terjadi pada masa khalifah Umar bin Khattab ra. Ada seorang pemuda kaya hendak pergi ke Makkah untuk melaksnakan ibadah umrah. Dia mempersiapkan segala perbekalannya, termasuk unta yang akan digunakan sebagai kendaraannya. Setelah semua dirasa siap, diapun memulai perjalanannya.
Ditengah perjalanan, dia menemukan sebuah tempat yang ditumbuhi rumput hijau nan segar. Dia berhenti di tempat itu untuk beristirahat sejenak. Pemuda itu duduk dibawah pohon. Akhirnya, dia terlelap dalam tidurnya yang nyenyak.
Saat dia tidur, tali untanya lepas, sehingga unta itu pergi kesana kemari. Akhirnya unta itu masuk ke kebun yang ada di dekat situ. Unta itu memakan tanam-tanaman dan buah-buahan di dalam kebun. Dia juga merusak segala yang dilewatinya.
Penjaga kebun itu adalah seorang kakek yang sudah tua. Sang kakek berusaha mengusir unta itu. Namun dia tidak bisa. Karena khawatir unta itu akan merusak seluruh kebunnya, lalu sang kakek membunuhnya.
Ketika bangun, pemuda itu mencari untanya. Ternyata, dia menemukan unta itu telah tergeletak mati dengan leher menganga di dalam kebun. Pada saat itu seorang kakek datang.
Pemuda itu bertanya, ”Siapa yang membunuh unta ini?”
Kakek itu menceritakan apa yang telah dilakukan oleh unta itu. Karena kuatir akan merusak seluruh isi kebun, terpaksa dia membunuhnya.
Mendengar hal itu, sang pemuda sangat marah hingga tak terkendalikan. Serta merta dia memukul kakek penjaga kebun itu. Nasnya, kakek itu meninggal seketika. Pemuda itu menyesal atas apa yang diperbuatnya. Dia berniat kabur.
Saat itu, datanglah dua orang anak sang kakek tadi. Mengetahui ayahnya telah tergeletak tidak bernyawa dan disebelahnya berdiri pemuda itu, mereka lalu menangkapnya.
Kemudian, keduanya membawa pemdua itu untuk menghadap Amirul Mukminin; Khalifah Uman bin Khattab ra. Mereka berdua menuntut dilaksanakan qishash kepada pemuda yang telah membunuh ayah mereka.
Lalu, Umar bertanya kepada pemuda itu. Emuda itu mengakui pebuatannya. Dia benar-benar menyesal atas apa yang dilakukannya.
Umar berkata, ”Aku tidak punya pilihan lain kecuali melaksanakan hukum Allah.”
Seketika itu, sang pemuda meminta kepada Umar, agar dia diberi waktu dua hari untuk pergi ke kampungnya, sehingga dia bisa membayar hutang-hutangnya.
Umar bin Khattab berkata, ”Hadirkan padaku orang yang menjamin, bahwa kau akan kembali lagi kesini. Jika kau tidak kembali, orang itu yang akan diqishash sebagai ganti dirimu.”
Pemuda itu menjawab, ”Aku orang asing di negeri ini, Amirul Mukminin, aku tidak bis mendatangkan seorang penjamin.”
Sahabat Abu Dzar ra yang saat itu hadir disitu berkata, ”Hai Amirul Mukminin, ini kepalaku, aku berikan kepadamu jika pemuda ini tidak datang lagi setelah dua hari.”
Dengan terkejut, Umar bin Khattab berkata, ”Apakah kau yang menjadi penjaminnya, wahai Abu Dzar…wahai sahabat Rasulullah?”
”Benar, Amirul Mukminin,” jawab Abu Dzar lantang.
Pada hari yang telah ditetapkan untuk pelaksanaan hukuman qishash, orang-orang menantikan datangnya pemuda itu. Sangat mengejutkan! Dari jauh sekonyong-konyong meeka melihat pemuda itu datang dengan memacu kudanya. Sampai akhirnya, dia sampai di tempat pelaksanaan hukuman. Orang-orang memandang dengan rasa takjub.
Umar bertanya kepada pemuda itu, ”Mengapa kau kembali lagi kesini wahai anak muda, padahal kau bisa menyelamatkan diri dari maut?”
Pemuda itu menjawab, ”Wahai Amirul Mukiminin, aku datang kesini agar jangan sampai orang-orang berkata, ’tidak ada lagi orang yang menepati janji dikalangan orang islam’, dan agar orang-orang tidak mengatakan, ’tidak ada lagi lelaki sejati, kesatria yang berani mempertanggungjawabkan perbuatannya dikalangan umat Muhammad saw’.”
Lalu Umar melangkah ke arah Abu Dzar Al-Ghiffari dan berkata, ”Dan kau wahai Abu Dzar, bagaimana kau bisa mantap menjamin pemuda ini, padahal kau tidak kenal dengan pemuda ini?”
Abu Dzar menjawab, ”Aku lakukan itu agar orang-orang tidak mengatakan bahwa, ’tidak ada lagi lelaki jantan yang bersedia berkorban untuk Saudaranya seiman dalam umt Muhammad saw’.”
Mendengar itu semua, dua orang lelaki anak kakek yang terbunuh itu berkata, ”Sekarang tiba giliran kami, wahai Amirul Mukminin, kami bersaksi dihadapanmu bahwa pemuda ini telah kami maafkan, dan kami tidak meminta apapun darinya! Tidak ada yang lebih utama dari memberi maaf di kala mampu. Ini kami lakukan agar orang tidak mengatakan bahwa, ’tidak ada lagi orang yang berjiwa besar, yang mau memaafkan saudaranya di kalangan umat Muhammad saw’.”
Dari buku ”Ketika cinta berbuah surga” – Habiburahman El-Shirazy
Kampus Sebagai Pusat Pergerakan Rakyat
Represi terhadap kepentingan adalah kepentingan itu sendiri Juergen Habermas Kampus dan dunia politik merupakan dua hal yang menarik. Jauh sebelum rezim Orba berkuasa, kampus menjadi ruang yang dinamis dan kondusif bagi aktifitas politik. Pemimpin pergerakan kemerdekaan sebagian besar terlahir dari kalangan kampus, sehingga sesungguhnya persentuhan kampus dengan dunia politik bukanlah hal yang asing lagi. Pada masa kekuasaan Bung Karno, kampus menjadi salah satu sumber rekrutmen elite politik, baik oleh partai maupun infrastruktur politik lainnya. Namun, sejalan dengan menguatnya kekuasaan Orba yang anti dialog dan cenderung merepresi konflik, kampus menjadi arena yang harus steril dari aktifitas politik. Pada masa “jeda” politik itu, kampus seperti menjadi institusi yang alergi terhadap aktifitas politik praktis. Kemudian, wacana yang dibangun adalah intelektualitas yang berbasiskan pada keilmiahan yang netral, bebas nilai (free from value), dan bersih dari political vested interest. Sekilas hal itu terkesan sebagai upaya menormalisasi kehidupan kampus yang dicitrakan carut marut sebagai akibat dari pengaruh konflik politik. Namun yang selama ini tidak disadari, normalisasi kehidupan kampus dengan label paradigma keilmiahan itu, merupakan pembunuhan terselubung bagi iklim berpikir kritis, kemerdekaan berekspresi maupun upaya penciptaan jarak antara rakyat dengan masyarakat kampus. Depolitisasi kampus yang dilakukan rezim Orba telah melahirkan ambivalensi sikap serta disorientasi politik masyarakat kampus. Pada satu sisi, atas nama netralitas dan legitimasi keilmiahan, masyarakat kampus menolak untuk terlibat dalam politik praktis. Namun, dalam kenyataannya, masyarakat kampus tidak pernah steril dari persoalan dan aktifitas politik praktis. Upaya-upaya pelibatan ke dalam aktifitas politik praktis terus dilakukan oleh para mahasiswa maupun birokrat kampus. Pengorganisiran mahasiswa dalam beragam model organisasi dan gerakan, aksi-aksi turun ke jalan dan sebagainya, merupakan bentuk aktifitas politik praktis. Dilihat dari aspek isu yang mengarah pada tuntutan perubahan kebijakan publik, penolakan kepemimpinan politik dan sebagainya, tidak dapat dielakkan tema-tema itu merupakan isu politik. Hal itu masih diperkuat dengan langkah-langkah pengorganisiran pada tingkatan basis massa, ideologi sebagai perekat gerakan serta target-target tertentu yang hendak dicapai oleh gerakan mahasiswa itu. Meskipun para mahasiswa cenderung menolak diberi label sebagai gerakan politik, namun sebenarnya aktifitas yang dilakukan para mahasiswa itu sudah memasuki wilayah gerakan politik. Aktifitas politik praktis para pimpinan kampus dilakukan secara personal melalui jabatan formal yang disandangnya (rektor, dekan dan sebagainya) maupun jaringan antar perguruan tinggi (misalnya forum rektor). Dalam konteks itu, keuntungan-keuntungan politik pada akhirnya lebih banyak dinikmati individu pimpinan lembaga pendidikan daripada masyarakat kampus secara kolektif. Kemudian, kebenaran ilmiah seringkali dijadikan sebagai legitimasi untuk memainkan peran politik yang berubah-ubah sesuai dengan iklim dan konstelasi politik. Pada sisi lain, penguasa memerlukan dunia kampus sebagai instrumen pengabsah bagi eksistensi kekuasaan serta kaki tangan untuk merasionalkan beragam kebijakan di mata rakyat. Pada sisi itulah menjadi titik temu antara kepentingan penguasa dengan masyarakat kampus. Kemudian, relasi yang terbangun tidak lagi hubungan sejajar secara kritis namun simbiosis mutualisme dalam dimensi politik. Melihat realitas itu dapat disimpulkan, peran politik itu masyarakat kampus tidak pernah terbangun dalam satu desain politik yang utuh, tetapi lebih banyak bersifat temporer dan cenderung oportunis. Pada akhirnya, semangat kampus sebagai pusat pemikiran pergerakan rakyat telah hilang. Beranjak dari hal itu maka dunia kampus (khususnya mahasiswa) dan duinia politik merupakan entitas yang menyatu. Keterlibatan dala proses politik merupakan salah satu jalan “membumikan institusi menara gading” itu dalam problem-problem riil yang dihadapi rakyat maupun pengenalan secara langsung terhadap realitas rimba politik sesungguhnya. Kenyataan selama ini menunjukkan terdapat jarak yang cukup jauh antara dunia kampus dengan dengan realitas kehidupan masyarakat. Efek negatif yang muncul, masyarakat kampus seperti berjalan dalam “dunia” sendiri yang sesungguhnya sangat berbeda dengan dunia nyata tempat kampus itu berpijak. Tidak aneh jika kemudian para mahasiswa mengalami kegagapan dalam menapak dunia nyata yang mesti dihadapi selepas meninggalkan kampus. Hal lain, menyatunya kampus dengan dunia politik merupakan bagiand ari upaya mendorong terciptanya kultur politik modern (termasuk di dalam partai politik) yang berbasiskan pada rasionalitas berpikir masyarakat. Apalagi selama ini, partai politik nyaris tidak pernah tergerak untuk membangun iklim kondusif bagi perkembangan kebebasan berpikir. Pola hubungan yang dibangun antara pimpinan partai dengan para kadernya lebih mengemuka dalam model patron client. Kesetiaan kader dibangun atas pijakan hubungan kharismatik serta pemenuhan unsur-unsur ekonomi.Melihat realitas internal partai sedemikian itu, tentu terlalu jauh mengharapkan adanya pendidikan politik bagi rakyat. Bahkan terdapat asumsi, tumbuhnya sikap kritis rakyat merupakan ancaman bagi kelangsungan dominasi elite partai. Dengan demikian, dapat dipahami jika selama ini nyaris tidak pernah ada partai politik yang menempatkan kampus sebagai basis rekrutmen kader maupun konstituen. Namun, upaya itu tidak mudah. Penciptaan “penjara trauma politik” pada masa Orba masih sangat mengental di benak sebagian besar masyarakat kampus. Pada sisi lain konstruksi citra sebagai institusi ilmiah telah menumbuhkan “kenikmatan” tersendiri bagi elite kampus. Meskipun sebagai biasnya, situasi itu telah memenjarakan masyarakat kampus dalam keterasingan dengan realitas sosial masyarakat. Pandangan itu semakin diperkuat dengan performance partai-partai politik saat ini, yang telah banyak menumbuhkan kepengapan dan kejenuhan sosial rakyat. Hal lainnya, salah satu ekses dari transisi demokrasi dari rezim otoriter adalah tumbuhnya situasi ketidakpastian yang menyelimuti kehidupan rakyat serta munculnya petualang politik dari kaum oportunis. Di tengah situasi anomali politik itu, keterlibatan dalam ruang politik dengan basis keberpihakan pada rakyat merupakan pilihan yang paling tepat bagi masyarakat kampus.
Sumbangan Al-Ikhwan Al-Muslimun untuk Kemerdekaan Republik Indonesia
Pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun (IM), Hasan Al Banna ternyata pernah menjadi anggota Panitia Pembela Kemerdekaan Indonesia di Mesir. Atas desakan IM, Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan RI. Dengan demikian, lengkaplah syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi RI.
***
Kota pelabuhan Iskandariyah pertengah Juli 1945. Jam kayu di sebuah penginapan murah di kota pelabuhan Mesir telah enunjuk angka 22.00 waktu setempat. Di satu ruangan yang tak seberapa besar, empat-puluhan kelasi kapal berkebangsaan Indonesia berkumpul. Sejumlah mahasiswa Indonesia yang tengah studi di Mesir terlihat memimpin rapat.
Beda dengan pertemuan sebelumnya, malam itu atmosfir rapat terasa agak emosionil! Para kelasi Indonesia yang bekerja di berbagai kapal asing yang tengah merapat di Iskandariyah, Port Said, dan Suez itu banyak yang yakin, jihad fii sabilillah yang tengah digelorakan banga Indonesia melawan penjajah belanda dalam waktu dekat akan sampai pada puncaknya.
Muhammad Zein Hassan, salah seorang mahasiswa Indonesia yang hadir, berpesan pada para kelasi agar mulai menabung. “Di saat terjadinya jihad, mereka sebaiknya meninggalkan kapal-kapal sekutu agar tidak menodai perjuangan.”
Sambutan para kelasi yang dalam kesehariannya jauh dari tuntunan agama itu sungguh mengharukan. Mereka dengan sepenuh hati menyanggupi hal tersebut. “Jika fatwa sudah turun, kami akan mematuhi,” ujar salah seorang dari mereka.
Tak terasa, jam telah berada di angka satu. Acara ditutup dengan sumpah setia dengan perjuangan bangsanya yang nun jauh di seberang lautan. Seluruh peserta mengangkat tangan kanan dan dikepalkan. Dengan menyebut nama Allah SWT, mereka bertekad akan membantu dengan sekuat tenaga jihad fii sabilillah yang akan digelorakan bangsanya dalam waktu dekat ini.
Sumpah para kelasi tersebut tidak main-main. Terbukti di kemudian hari, dua bulan setelah proklamasi dibacakan Soekarno-Hatta, dua orang kelasi Indonesia tiba di Kairo dengan berjalan kaki dari Tunisia.
“Saat kami tanya mengapa berjalan kaki sejauh itu, mereka menjawab bahwa mereka menerima fatwa yang dibawa teman-teman mereka dari Indonesia. Fatwa itu menyatakan haram hukumnya bekerja dengan orang kafir yang memerangi kaum Muslimin,” ujar Zein Hassan.
Walau tidak punya cukup uang, dua orang kelasi itu segera meninggalkan kapal sekutu tempatnya bekerja dan berjalan kaki menuju Mesir, karena di Mesir-lah berada banyak orang sebangsanya.
Di Mesir sendiri kala itu tengah berkembang sikap antipati terhadap penjajahan Inggris. Sikap non kooperatif terhadap penjajah Inggris ini dicetuskan oleh organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun yang mendapat sambutan luar biasa dari rakyat Mesir.
Sebagai gerakan dakwah yang menembus sekat geografis, Al-Ikhwan Al-Muslimun telah memiliki “jaringan iman” dengan berbagai gerakan Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Sebab itu, ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Sekutu dengan sekuat tenaga memblock-out berita ini masuk ke Timur Tengah. Dikhawatirkan jika kemerdekaan Indonesia sampai didengar umat Islam di sana, ini bisa menjadi inspirasi bagi gerakan serupa di Timur Tengah.
Serapat-rapatnya sekutu menutup informasi ini, akhirnya pada awal September 1945, sebulan setelah kemerdekaan Indonesia dibacakan, berita ini sampai juga ke Mesir.
Mansur Abu Makarim, seorang informan Indonesia yang bekerja di Kedutaan Belanda di Kairo, membaca berita kemerdekaan Indonesia dalam suatu artikel di majalah Vrij Nederland. Bagai angin berhembus, berita ini dengan cepat menyebar ke Dunia Islam.
Koran dan radio Mesir memuat berita kemerdekaan RI dengan gegap gempita. Para penyiar dengan penuh semangat mengatakan bahwa inilah awal kebangkitan Dunia Islam melawan penjajahan Barat.
Di Mesir saat itu, seorang Arab hanya dihargai sepuluh pound Mesir jika dibunuh atau dilindas kendaraan militer Sekutu tanpa hak mengadu atau menggugat. Sebab itu, proklamasi kemerdekaan sebuah negeri Muslim terbesar di dunia ini disambut dengan luapan kebahagiaan.
Di sejumlah kota, Al-Ikhwan Al-Muslimun segera menggelar munashoroh besar-besaran mendukung penuh kemerdekaan Indonesia. Ini dijadikannya momentum momentum yang bagus untuk memerdekakan Mesir dari Inggris.
Bukan itu saja, sejumlah ulama di Mesir dan Dunia Arab dengan inisiatif sendiri membentuk “Lajnatud Difa’i'an Indonesia” (Panitia Pembela Indonesia). Badan ini dideklarasikan pada 16 Oktober 1945 di Gedung Pusat Perhimpunan Pemuda Islam dengan Jendral Saleh Harb Pasya sebagai pimpinan pertemuan.
Hadir dalam acara itu antara lain Syaikh Hasan Al Banna dan Prof. Taufiq Syawi dari Al-Ikhwan Al-Muslimun, Pemimpin Palestina Muhammad Ali Taher, dan Sekjen Liga Arab Dr. Salahuddin Pasya.
Dalam pertemuan yang semata didasari ukhuwah Islamiyah, pakar hukum internasional Dr. M. Salahuddin Pasya menyerukan negara-negara Islam untuk sesegera mungkin mendukung, membantu, dan mengakui kemerdekaan RI. Selain itu, Panitia Pembela Indonesia juga mengancam Inggris agar tidak membantu Belanda kembali ke Indonesia.
“Jika Inggris membantu Belanda untuk kembali ke Indonesia, maka Inggris akan menuai kemarahan Dunia Islam di Timur Tengah!” ancam Salahuddin Pasya.
Sejarah telah menulis, Inggris tetap membela “kawan seakidah” bernama Belanda. Pasukan NICA membonceng Sekutu kembali ke Indonesia.
Pada 25 Oktober 1945, sejumlah ulama NU pimpinan KH. Wahid Hasyim bertemu dan mengeluarkan fatwa jihad fii sabilillah melawan penjajah. Fatwa ini bergema ke seluruh nusantara dan disambut dengan gegap gempita.
Fatwa jihad inilah yang melatarbelakangi pertempuran 10 November 1945 di Surabaya (hingga kini 10 November diperingati sebagai hari Pahlawan di Indonesia, red.). Untuk memompakan keberanian rakyat Surabaya, Bung Tomo lewat corong radio perlawanan - cikal bakal RRI - terus menerus mengingatkan para mujahid bahwa gerbang surga telah terbuka luas bagi mereka yang syahid.
Hanya semangat jihad dan keridhaan Allah SWT yang mampu membuat ribuan rakyat Surabaya berani melawan pasukan Sekutu bersenjata lengkap.
Kedahsyatan pertempuran Surabaya bergema hingga ke Dunia Arab. Keberanian umat Islam Surabaya mengobarkan jihad melawan pasukan Sekutu yang habis mabuk kemenangan dalam Perang Dunia II, ditambah tewasnya satu Jenderal Sekutu - Malaby - di Surabaya, dirasakan oleh kaum Muslimin Timur Tengah sebagai bagian dari kemenangan Islam atas kaum kafir. Upaya perlawanan terhadap Inggris di Mesir pun kian membuncah.
Di berbagai lapangan dan Masjid di Kairo, Mekkah, Baghdad, dan negeri-negeri Timur Tengah, dengan serentak umat Islam mendirikan sholat ghaib untuk arwah para syuhada di Surabaya.
Melihat fenomena itu, majalah TIME (25/1/46) dengan nada salib menakut-nakuti Barat dengan kebangkitan Nasionalisme-Islam di Asia dan Dunia Arab. “Kebangkitan Islam di negeri Muslim terbesar di dunia seperti di Indonesia akan menginspirasikan negeri-negeri Islam lainnya untuk membebaskan diri dari Eropa.”
Dukungan negara-negara Islam di Timur Tengah terhadap kemerdekaan Indonesia tidak saja dilakukan dalam tingkat akar rumput, namun juga dalam dunia diplomasi. Dalam berbagai sidang di Perserikatan Bangsa-Bangsa, terlihat dengan jelas adanya perbedaan sikap antara negeri-negeri Muslim yang mendukung Indonesia dengan negeri-negeri salib yang memandang Indonesia masih bagian dari Belanda.
Wakil-wakil dari Indonesia di sidang PBB, diperbolehkan ikut sidang setelah negeri-negeri Arab mengakui kedaulatan RI, dalam menghadapi serangan pihak Sekutu sering menanggapinya dengan cara diplomatis dan terkesan lunak. Hal ini dikecam keras Muhammad Ali Taher dari Palestina.
“Mengapa kamu masih saja bersikap diplomatis terhadap seseorang yang ingin menghancurkan negeri kamu!” sergahnya mengingatkan wakil dari Indonesia agar tidak takut melawan kezaliman.
Di Mesir, sejak diketahui sebuah negeri Muslim bernama Indonesia memplokamirkan kemerdekaannya dari penjajah kafir, Al-Ikhwan Al-Muslimun tanpa kenal lelah terus menerus memperlihatkan dukungannya.
Selain menggalang opini umum lewat pemberitaan media, yang memberikan kesempatan luas kepada para mahasiswa Indonesia untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di koran-koran lokal miliknya, berbagai acara tabligh akbar dan demonstrasi pun digelar.
Para pemuda dan pelajar Mesir, juga kepanduan Ikhwan, dengan caranya sendiri berkali-kali mendemo Kedutaan Belanda di Kairo. Tidak hanya dengan slogan dan spanduk, aksi pembakaran, pelemparan batu, dan teriakan-teriakan permusuhan terhadap Belanda kerap dilakukan mereka.
Kondisi ini membuat Kedutaan Belanda di Kairo ketakutan. Mereka dengan tergesa mencopot lambang negaranya dari dinding Kedutaan. Mereka juga menurunkan bendera merah-putih-biru yang biasa berkibar di puncak gedung, agar tidak mudah dikenali pada demonstran.
Kuatnya dukungan rakyat Mesir atas kemerdekaan RI, juga atas desakan dan lobi yang dilakukan para pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun, membuat pemerintah Mesir mengakui kedaulatan pemerintah RI atas Indonesia pada 22 Maret 1946.
Inilah pertama kalinya suatu negara asing mengakui kedaulatan RI secara resmi. Dalam kacamata hukum internasional, lengkaplah sudah syarat Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat.
Bukan itu saja, secara resmi pemerintah Mesir juga memberikan bantuan lunak kepada pemerintah RI. Sikap Mesir ini memicu tindakan serupa dari negara-negara Timur Tengah.
Untuk menghaturkan rasa terima kasih, pemerintah Soekarno mengirim delegasi resmi ke Mesir pada tanggal 7 April 1946. Ini adalah delegasi pemerintah RI pertama yang ke luar negeri. Mesir adalah negara pertama yang disinggahi delegasi tersebut.
Tanggal 26 April 1946 delegasi pemerintah RI kembali tiba di Kairo. Beda dengan kedatangan pertama yang berjalan singkat, yang kedua ini lebih intens. Di Hotel Heliopolis Palace, Kairo, sejumlah pejabat tinggi Mesir dan Dunia Arab mendatangi delegasi RI untuk menyampaikan rasa simpati. Selain pejabat negara, sejumlah pemimpin partai dan organisasi juga hadir. Termasuk pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun Hasan al Banna dan sejumlah tokoh Ikhwan dengan diiringi puluhan pengikutnya.
Setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia, diikuti serius oleh setiap Muslim baik di Mesir maupun di Timur Tengah pada umumnya. Para mahasiswa Indonesia yang saat itu tengah berjuang di Mesir dengan jalan diplomasi revolusi, senantiasa menjaga kontak dengan Ikhwan.
Ketika Belanda melancarkan agresi Militer I (21 Juli 1947) atas Indonesia, para mahasiswa Indonesia di Mesir dan aktivis Ikhwan menggalang aksi pemboikotan terhadap kapal-kapal Belanda yang memasuki selat Suez.
Walau Mesir terikat perjanjian 1888 yang memberi kebebasan bagi siapa saja untuk bisa lewat terusan Suez, namun keberanian para buruh Ikhwan yang menguasai Suez dan Port Said berhasil memboikot kapal-kapal Belanda.
Pada tanggal 9 Agustus 1947, rombongan kapal Belanda yang dipimpin kapal kapal Volendam tiba di Port Said. Ribuan aktivis Ikhwan yang kebanyakan terdiri dari para buruh pelabuhan, telah berkumpul di pelabuhan utara kota Ismailiyah itu.
Puluhan motor boat dan motor kecil sengaja berkeliaran di permukaan air guna menghalangi motor-boat motor-boat kepunyaan perusahaan-perusahaan asing yang ingin menyuplai air minum dan makanan kepada kapal Belanda itu.
Motor-boat para ikhwan tersebut sengaja dipasangi bendera merah putih. Dukungan Ikhwan terhadap kemerdekaan Indonesia bukan sebatas dukungan formalitas, tapi dukungan yang didasari kesamaan iman dan Islam.
Walau pemimpin Ikhwan Hasan Al Banna menemui syahid ditembak mati oleh begundal rezim Mesir di siang hari bolong, 12 Februari 1949, dukungan ikhwan terhadap muslim Indonesia tidaklah berakhir. Dakwah tiada kenal kata akhir, hingga Islam membebaskan semua manusia.
___
Sumber: Majalah Saksi - No. 21 Tahun VI, 18 Agustus 2004. Oleh: Rizki Ridyasmara
***
Kota pelabuhan Iskandariyah pertengah Juli 1945. Jam kayu di sebuah penginapan murah di kota pelabuhan Mesir telah enunjuk angka 22.00 waktu setempat. Di satu ruangan yang tak seberapa besar, empat-puluhan kelasi kapal berkebangsaan Indonesia berkumpul. Sejumlah mahasiswa Indonesia yang tengah studi di Mesir terlihat memimpin rapat.
Beda dengan pertemuan sebelumnya, malam itu atmosfir rapat terasa agak emosionil! Para kelasi Indonesia yang bekerja di berbagai kapal asing yang tengah merapat di Iskandariyah, Port Said, dan Suez itu banyak yang yakin, jihad fii sabilillah yang tengah digelorakan banga Indonesia melawan penjajah belanda dalam waktu dekat akan sampai pada puncaknya.
Muhammad Zein Hassan, salah seorang mahasiswa Indonesia yang hadir, berpesan pada para kelasi agar mulai menabung. “Di saat terjadinya jihad, mereka sebaiknya meninggalkan kapal-kapal sekutu agar tidak menodai perjuangan.”
Sambutan para kelasi yang dalam kesehariannya jauh dari tuntunan agama itu sungguh mengharukan. Mereka dengan sepenuh hati menyanggupi hal tersebut. “Jika fatwa sudah turun, kami akan mematuhi,” ujar salah seorang dari mereka.
Tak terasa, jam telah berada di angka satu. Acara ditutup dengan sumpah setia dengan perjuangan bangsanya yang nun jauh di seberang lautan. Seluruh peserta mengangkat tangan kanan dan dikepalkan. Dengan menyebut nama Allah SWT, mereka bertekad akan membantu dengan sekuat tenaga jihad fii sabilillah yang akan digelorakan bangsanya dalam waktu dekat ini.
Sumpah para kelasi tersebut tidak main-main. Terbukti di kemudian hari, dua bulan setelah proklamasi dibacakan Soekarno-Hatta, dua orang kelasi Indonesia tiba di Kairo dengan berjalan kaki dari Tunisia.
“Saat kami tanya mengapa berjalan kaki sejauh itu, mereka menjawab bahwa mereka menerima fatwa yang dibawa teman-teman mereka dari Indonesia. Fatwa itu menyatakan haram hukumnya bekerja dengan orang kafir yang memerangi kaum Muslimin,” ujar Zein Hassan.
Walau tidak punya cukup uang, dua orang kelasi itu segera meninggalkan kapal sekutu tempatnya bekerja dan berjalan kaki menuju Mesir, karena di Mesir-lah berada banyak orang sebangsanya.
Di Mesir sendiri kala itu tengah berkembang sikap antipati terhadap penjajahan Inggris. Sikap non kooperatif terhadap penjajah Inggris ini dicetuskan oleh organisasi Al-Ikhwan Al-Muslimun yang mendapat sambutan luar biasa dari rakyat Mesir.
Sebagai gerakan dakwah yang menembus sekat geografis, Al-Ikhwan Al-Muslimun telah memiliki “jaringan iman” dengan berbagai gerakan Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Sebab itu, ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, Sekutu dengan sekuat tenaga memblock-out berita ini masuk ke Timur Tengah. Dikhawatirkan jika kemerdekaan Indonesia sampai didengar umat Islam di sana, ini bisa menjadi inspirasi bagi gerakan serupa di Timur Tengah.
Serapat-rapatnya sekutu menutup informasi ini, akhirnya pada awal September 1945, sebulan setelah kemerdekaan Indonesia dibacakan, berita ini sampai juga ke Mesir.
Mansur Abu Makarim, seorang informan Indonesia yang bekerja di Kedutaan Belanda di Kairo, membaca berita kemerdekaan Indonesia dalam suatu artikel di majalah Vrij Nederland. Bagai angin berhembus, berita ini dengan cepat menyebar ke Dunia Islam.
Koran dan radio Mesir memuat berita kemerdekaan RI dengan gegap gempita. Para penyiar dengan penuh semangat mengatakan bahwa inilah awal kebangkitan Dunia Islam melawan penjajahan Barat.
Di Mesir saat itu, seorang Arab hanya dihargai sepuluh pound Mesir jika dibunuh atau dilindas kendaraan militer Sekutu tanpa hak mengadu atau menggugat. Sebab itu, proklamasi kemerdekaan sebuah negeri Muslim terbesar di dunia ini disambut dengan luapan kebahagiaan.
Di sejumlah kota, Al-Ikhwan Al-Muslimun segera menggelar munashoroh besar-besaran mendukung penuh kemerdekaan Indonesia. Ini dijadikannya momentum momentum yang bagus untuk memerdekakan Mesir dari Inggris.
Bukan itu saja, sejumlah ulama di Mesir dan Dunia Arab dengan inisiatif sendiri membentuk “Lajnatud Difa’i'an Indonesia” (Panitia Pembela Indonesia). Badan ini dideklarasikan pada 16 Oktober 1945 di Gedung Pusat Perhimpunan Pemuda Islam dengan Jendral Saleh Harb Pasya sebagai pimpinan pertemuan.
Hadir dalam acara itu antara lain Syaikh Hasan Al Banna dan Prof. Taufiq Syawi dari Al-Ikhwan Al-Muslimun, Pemimpin Palestina Muhammad Ali Taher, dan Sekjen Liga Arab Dr. Salahuddin Pasya.
Dalam pertemuan yang semata didasari ukhuwah Islamiyah, pakar hukum internasional Dr. M. Salahuddin Pasya menyerukan negara-negara Islam untuk sesegera mungkin mendukung, membantu, dan mengakui kemerdekaan RI. Selain itu, Panitia Pembela Indonesia juga mengancam Inggris agar tidak membantu Belanda kembali ke Indonesia.
“Jika Inggris membantu Belanda untuk kembali ke Indonesia, maka Inggris akan menuai kemarahan Dunia Islam di Timur Tengah!” ancam Salahuddin Pasya.
Sejarah telah menulis, Inggris tetap membela “kawan seakidah” bernama Belanda. Pasukan NICA membonceng Sekutu kembali ke Indonesia.
Pada 25 Oktober 1945, sejumlah ulama NU pimpinan KH. Wahid Hasyim bertemu dan mengeluarkan fatwa jihad fii sabilillah melawan penjajah. Fatwa ini bergema ke seluruh nusantara dan disambut dengan gegap gempita.
Fatwa jihad inilah yang melatarbelakangi pertempuran 10 November 1945 di Surabaya (hingga kini 10 November diperingati sebagai hari Pahlawan di Indonesia, red.). Untuk memompakan keberanian rakyat Surabaya, Bung Tomo lewat corong radio perlawanan - cikal bakal RRI - terus menerus mengingatkan para mujahid bahwa gerbang surga telah terbuka luas bagi mereka yang syahid.
Hanya semangat jihad dan keridhaan Allah SWT yang mampu membuat ribuan rakyat Surabaya berani melawan pasukan Sekutu bersenjata lengkap.
Kedahsyatan pertempuran Surabaya bergema hingga ke Dunia Arab. Keberanian umat Islam Surabaya mengobarkan jihad melawan pasukan Sekutu yang habis mabuk kemenangan dalam Perang Dunia II, ditambah tewasnya satu Jenderal Sekutu - Malaby - di Surabaya, dirasakan oleh kaum Muslimin Timur Tengah sebagai bagian dari kemenangan Islam atas kaum kafir. Upaya perlawanan terhadap Inggris di Mesir pun kian membuncah.
Di berbagai lapangan dan Masjid di Kairo, Mekkah, Baghdad, dan negeri-negeri Timur Tengah, dengan serentak umat Islam mendirikan sholat ghaib untuk arwah para syuhada di Surabaya.
Melihat fenomena itu, majalah TIME (25/1/46) dengan nada salib menakut-nakuti Barat dengan kebangkitan Nasionalisme-Islam di Asia dan Dunia Arab. “Kebangkitan Islam di negeri Muslim terbesar di dunia seperti di Indonesia akan menginspirasikan negeri-negeri Islam lainnya untuk membebaskan diri dari Eropa.”
Dukungan negara-negara Islam di Timur Tengah terhadap kemerdekaan Indonesia tidak saja dilakukan dalam tingkat akar rumput, namun juga dalam dunia diplomasi. Dalam berbagai sidang di Perserikatan Bangsa-Bangsa, terlihat dengan jelas adanya perbedaan sikap antara negeri-negeri Muslim yang mendukung Indonesia dengan negeri-negeri salib yang memandang Indonesia masih bagian dari Belanda.
Wakil-wakil dari Indonesia di sidang PBB, diperbolehkan ikut sidang setelah negeri-negeri Arab mengakui kedaulatan RI, dalam menghadapi serangan pihak Sekutu sering menanggapinya dengan cara diplomatis dan terkesan lunak. Hal ini dikecam keras Muhammad Ali Taher dari Palestina.
“Mengapa kamu masih saja bersikap diplomatis terhadap seseorang yang ingin menghancurkan negeri kamu!” sergahnya mengingatkan wakil dari Indonesia agar tidak takut melawan kezaliman.
Di Mesir, sejak diketahui sebuah negeri Muslim bernama Indonesia memplokamirkan kemerdekaannya dari penjajah kafir, Al-Ikhwan Al-Muslimun tanpa kenal lelah terus menerus memperlihatkan dukungannya.
Selain menggalang opini umum lewat pemberitaan media, yang memberikan kesempatan luas kepada para mahasiswa Indonesia untuk menulis tentang kemerdekaan Indonesia di koran-koran lokal miliknya, berbagai acara tabligh akbar dan demonstrasi pun digelar.
Para pemuda dan pelajar Mesir, juga kepanduan Ikhwan, dengan caranya sendiri berkali-kali mendemo Kedutaan Belanda di Kairo. Tidak hanya dengan slogan dan spanduk, aksi pembakaran, pelemparan batu, dan teriakan-teriakan permusuhan terhadap Belanda kerap dilakukan mereka.
Kondisi ini membuat Kedutaan Belanda di Kairo ketakutan. Mereka dengan tergesa mencopot lambang negaranya dari dinding Kedutaan. Mereka juga menurunkan bendera merah-putih-biru yang biasa berkibar di puncak gedung, agar tidak mudah dikenali pada demonstran.
Kuatnya dukungan rakyat Mesir atas kemerdekaan RI, juga atas desakan dan lobi yang dilakukan para pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun, membuat pemerintah Mesir mengakui kedaulatan pemerintah RI atas Indonesia pada 22 Maret 1946.
Inilah pertama kalinya suatu negara asing mengakui kedaulatan RI secara resmi. Dalam kacamata hukum internasional, lengkaplah sudah syarat Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat.
Bukan itu saja, secara resmi pemerintah Mesir juga memberikan bantuan lunak kepada pemerintah RI. Sikap Mesir ini memicu tindakan serupa dari negara-negara Timur Tengah.
Untuk menghaturkan rasa terima kasih, pemerintah Soekarno mengirim delegasi resmi ke Mesir pada tanggal 7 April 1946. Ini adalah delegasi pemerintah RI pertama yang ke luar negeri. Mesir adalah negara pertama yang disinggahi delegasi tersebut.
Tanggal 26 April 1946 delegasi pemerintah RI kembali tiba di Kairo. Beda dengan kedatangan pertama yang berjalan singkat, yang kedua ini lebih intens. Di Hotel Heliopolis Palace, Kairo, sejumlah pejabat tinggi Mesir dan Dunia Arab mendatangi delegasi RI untuk menyampaikan rasa simpati. Selain pejabat negara, sejumlah pemimpin partai dan organisasi juga hadir. Termasuk pemimpin Al-Ikhwan Al-Muslimun Hasan al Banna dan sejumlah tokoh Ikhwan dengan diiringi puluhan pengikutnya.
Setiap perkembangan yang terjadi di Indonesia, diikuti serius oleh setiap Muslim baik di Mesir maupun di Timur Tengah pada umumnya. Para mahasiswa Indonesia yang saat itu tengah berjuang di Mesir dengan jalan diplomasi revolusi, senantiasa menjaga kontak dengan Ikhwan.
Ketika Belanda melancarkan agresi Militer I (21 Juli 1947) atas Indonesia, para mahasiswa Indonesia di Mesir dan aktivis Ikhwan menggalang aksi pemboikotan terhadap kapal-kapal Belanda yang memasuki selat Suez.
Walau Mesir terikat perjanjian 1888 yang memberi kebebasan bagi siapa saja untuk bisa lewat terusan Suez, namun keberanian para buruh Ikhwan yang menguasai Suez dan Port Said berhasil memboikot kapal-kapal Belanda.
Pada tanggal 9 Agustus 1947, rombongan kapal Belanda yang dipimpin kapal kapal Volendam tiba di Port Said. Ribuan aktivis Ikhwan yang kebanyakan terdiri dari para buruh pelabuhan, telah berkumpul di pelabuhan utara kota Ismailiyah itu.
Puluhan motor boat dan motor kecil sengaja berkeliaran di permukaan air guna menghalangi motor-boat motor-boat kepunyaan perusahaan-perusahaan asing yang ingin menyuplai air minum dan makanan kepada kapal Belanda itu.
Motor-boat para ikhwan tersebut sengaja dipasangi bendera merah putih. Dukungan Ikhwan terhadap kemerdekaan Indonesia bukan sebatas dukungan formalitas, tapi dukungan yang didasari kesamaan iman dan Islam.
Walau pemimpin Ikhwan Hasan Al Banna menemui syahid ditembak mati oleh begundal rezim Mesir di siang hari bolong, 12 Februari 1949, dukungan ikhwan terhadap muslim Indonesia tidaklah berakhir. Dakwah tiada kenal kata akhir, hingga Islam membebaskan semua manusia.
___
Sumber: Majalah Saksi - No. 21 Tahun VI, 18 Agustus 2004. Oleh: Rizki Ridyasmara
Anjuran Untuk Menikah
Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah. Dan ada banyak hikmah di balik anjuran tersebut. Antara lain adalah :
a. Menikah Adalah Sunnah Para Nabi dan Rasul
" Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab. " (QS. Ar-Ra'd : 38).
Dari Abi Ayyub ra bahwa Nabi SAW bersabda," Empat hal yang merupakan sunnah para rasul : [1] Hinna', [2] berparfum, [3] siwak dan [4] menikah. " (HR. At-Tirmizi 1080)
Hinna' artinya adalah memakai pacar kuku. Namun sebagian riwayat mengatakan bahwa yang dimaksud adalah bukan Hinna' melainkan Haya' yang maknanya adalah rasa malu.
b. Menikah Adalah Bagian Dari 'Tanda' Kekuasan Allah SWT.
" Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. " (QS. Ar-Ruum : 21)
c. Menikah Adalah Salah Satu Jalan Untuk Menjadikan Seseorang Kaya
" Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. " (QS. An-Nur : 32)
d. Menikah Adalah Ibadah Dan Setengah Dari Agama
Dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang diberi rizki oleh Allah SWT seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah SWT pada separuh agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya. (HR. Thabarani dan Al-Hakim 2/161).
e. Tidak Ada Pembujangan Dalam Islam
Islam berpendirian tidak ada pelepasan kendali gharizah seksual untuk dilepaskan tanpa batas dan tanpa ikatan. Untuk itulah maka diharamkannya zina dan seluruh yang membawa kepada perbuatan zina.
Tetapi di balik itu Islam juga menentang setiap perasaan yang bertentangan dengan gharizah ini. Untuk itu maka dianjurkannya supaya kawin dan melarang hidup membujang dan kebiri.
Seorang muslim tidak halal menentang perkawinan dengan anggapan, bahwa hidup membujang itu demi berbakti kepada Allah, padahal dia mampu kawin; atau dengan alasan supaya dapat seratus persen mencurahkan hidupnya untuk beribadah dan memutuskan hubungan dengan duniawinya.
Nabi memperhatikan, bahwa sebagian sahabatnya ada yang kena pengaruh kependetaan ini (tidak mau kawin). Untuk itu maka beliau menerangkan, bahwa sikap semacam itu adalah menentang ajaran Islam dan menyimpang dari sunnah Nabi. Justru itu pula, fikiran-fikiran Kristen semacam ini harus diusir jauh-jauh dari masyarakat Islam.
Abu Qilabah mengatakan "Beberapa orang sahabat Nabi bermaksud akan menjauhkan diri dari duniawi dan meninggalkan perempuan (tidak kawin dan tidak menggaulinya) serta akan hidup membujang. Maka berkata Rasulullah s.a.w, dengan nada marah lantas ia berkata: 'Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur lantaran keterlaluan, mereka memperketat terhadap diri-diri mereka, oleh karena itu Allah memperketat juga, mereka itu akan tinggal di gereja dan kuil-kuil. Sembahlah Allah dan jangan kamu menyekutukan Dia, berhajilah, berumrahlah dan berlaku luruslah kamu, maka Allah pun akan meluruskan kepadamu.
Kemudian turunlah ayat:
"Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu mengharamkan yang baik-baik dari apa yang dihalalkan Allah untuk kamu dan jangan kamu melewati batas, karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas." (al-Maidah: 87)
Mujahid berkata: Ada beberapa orang laki-laki, di antaranya Usman bin Madh'un dan Abdullah bin Umar bermaksud untuk hidup membujang dan berkebiri serta memakai kain karung goni. Kemudian turunlah ayat di atas.
"Ada satu golongan sahabat yang datang ke tempat Nabi untuk menanyakan kepada isteri-isterinya tentang ibadahnya. Setelah mereka diberitahu, seolah-olah mereka menganggap ibadah itu masih terlalu sedikit. Kemudian mereka berkata-kata satu sama lain: di mana kita dilihat dari pribadi Rasulullah s.a.w. sedang dia diampuni dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang? Salah seorang di antara mereka berkata: Saya akan puasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka. Yang kedua mengatakan: Saya akan bangun malam dan tidak tidur. Yang ketiga berkata: Saya akan menjauhkan diri dari perempuan dan tidak akan kawin selama-lamanya. Maka setelah berita itu sampai kepada Nabi s.a.w. ia menjelaskan tentang kekeliruan dan tidak lurusnya jalan mereka, dan ia bersabda: 'Saya adalah orang yang kenal Allah dan yang paling takut kepadaNya, namun tokh saya bangun malam, juga tidak, saya berpuasa, juga berbuka, dan saya juga kawin dengan perempuan. Oleh karena itu barangsiapa tidak suka kepada sunnahku, maka dia bukan dari golonganku.'" (Riwayat Bukhari)
Said bin Abu Waqqash berkata:
"Rasulullah s.a.w. menentang Usman bin Madh'un tentang rencananya untuk membujang. Seandainya beliau mengizinkan, niscaya kamu akan berkebiri." (Riwayat Bukhari)
Dan Rasulullah juga menyerukan kepada para pemuda keseluruhannya supaya kawin, dengan sabdanya sebagai berikut:
"Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah mampu kawin, maka kawinlah; karena dia itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan." (Riwayat Bukhari)
Dari sini, sebagian ulama ada yang berpendapat: bahwa kawin itu wajib hukumnya bagi setiap muslim, tidak boleh ditinggalkan selama dia mampu.
Sementara ada juga yang memberikan pembatasan --wajib hukumnya-- bagi orang yang sudah ada keinginan untuk kawin dan takut dirinya berbuat yang tidak baik.
Setiap muslim tidak boleh menghalang-halangi dirinya supaya tidak kawin karena kawatir tidak mendapat rezeki dan menanggung yang berat terhadap keluarganya. Tetapi dia harus berusaha dan bekerja serta mencari anugerah Allah yang telah dijanjikan untuk orang-orang yang sudah kawin itu demi menjaga kehormatan dirinya.
Janji Allah itu dinyatakan dalam firmanNya sebagai berikut:
"Kawinkanlah anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang yang sudah patut kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun hamba-hambamu yang perempuan. Jika mereka itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka dari anugerahNya." (an-Nur 32)
Sabda Rasulullah s.a.w.:
"Ada tiga golongan yang sudah pasti akan ditolong Allah, yaitu: (1) Orang yang kawin dengan maksud untuk menjaga kehormatan diri; (2) seorang hamba mukatab7 yang berniat akan menunaikan; dan (3) seorang yang berperang di jalan Allah." (Riwayat Ahmad, Nasa'i, Tarmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim)
f. Menikah Itu Ciri Khas Makhluk Hidup
Selain itu secara filosofis, menikah atau berpasangan itu adalah merupakan ciri dari makhluq hidup. Allah SWT telah menegaskan bahwa makhluq-makhluq ciptaan-Nya ini diciptakan dalam bentuk berpasangan satu sama lain.
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.(QS. Az-Zariyat : 49)
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.(QS. Yaasin : 36)
Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.(QS. Az-Zukhruf : 12)
Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita.(QS. An-Najm : 45)
a. Menikah Adalah Sunnah Para Nabi dan Rasul
" Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang Rasul mendatangkan sesuatu ayat melainkan dengan izin Allah. Bagi tiap-tiap masa ada Kitab. " (QS. Ar-Ra'd : 38).
Dari Abi Ayyub ra bahwa Nabi SAW bersabda," Empat hal yang merupakan sunnah para rasul : [1] Hinna', [2] berparfum, [3] siwak dan [4] menikah. " (HR. At-Tirmizi 1080)
Hinna' artinya adalah memakai pacar kuku. Namun sebagian riwayat mengatakan bahwa yang dimaksud adalah bukan Hinna' melainkan Haya' yang maknanya adalah rasa malu.
b. Menikah Adalah Bagian Dari 'Tanda' Kekuasan Allah SWT.
" Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. " (QS. Ar-Ruum : 21)
c. Menikah Adalah Salah Satu Jalan Untuk Menjadikan Seseorang Kaya
" Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. " (QS. An-Nur : 32)
d. Menikah Adalah Ibadah Dan Setengah Dari Agama
Dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang diberi rizki oleh Allah SWT seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah SWT pada separuh agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya. (HR. Thabarani dan Al-Hakim 2/161).
e. Tidak Ada Pembujangan Dalam Islam
Islam berpendirian tidak ada pelepasan kendali gharizah seksual untuk dilepaskan tanpa batas dan tanpa ikatan. Untuk itulah maka diharamkannya zina dan seluruh yang membawa kepada perbuatan zina.
Tetapi di balik itu Islam juga menentang setiap perasaan yang bertentangan dengan gharizah ini. Untuk itu maka dianjurkannya supaya kawin dan melarang hidup membujang dan kebiri.
Seorang muslim tidak halal menentang perkawinan dengan anggapan, bahwa hidup membujang itu demi berbakti kepada Allah, padahal dia mampu kawin; atau dengan alasan supaya dapat seratus persen mencurahkan hidupnya untuk beribadah dan memutuskan hubungan dengan duniawinya.
Nabi memperhatikan, bahwa sebagian sahabatnya ada yang kena pengaruh kependetaan ini (tidak mau kawin). Untuk itu maka beliau menerangkan, bahwa sikap semacam itu adalah menentang ajaran Islam dan menyimpang dari sunnah Nabi. Justru itu pula, fikiran-fikiran Kristen semacam ini harus diusir jauh-jauh dari masyarakat Islam.
Abu Qilabah mengatakan "Beberapa orang sahabat Nabi bermaksud akan menjauhkan diri dari duniawi dan meninggalkan perempuan (tidak kawin dan tidak menggaulinya) serta akan hidup membujang. Maka berkata Rasulullah s.a.w, dengan nada marah lantas ia berkata: 'Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur lantaran keterlaluan, mereka memperketat terhadap diri-diri mereka, oleh karena itu Allah memperketat juga, mereka itu akan tinggal di gereja dan kuil-kuil. Sembahlah Allah dan jangan kamu menyekutukan Dia, berhajilah, berumrahlah dan berlaku luruslah kamu, maka Allah pun akan meluruskan kepadamu.
Kemudian turunlah ayat:
"Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu mengharamkan yang baik-baik dari apa yang dihalalkan Allah untuk kamu dan jangan kamu melewati batas, karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas." (al-Maidah: 87)
Mujahid berkata: Ada beberapa orang laki-laki, di antaranya Usman bin Madh'un dan Abdullah bin Umar bermaksud untuk hidup membujang dan berkebiri serta memakai kain karung goni. Kemudian turunlah ayat di atas.
"Ada satu golongan sahabat yang datang ke tempat Nabi untuk menanyakan kepada isteri-isterinya tentang ibadahnya. Setelah mereka diberitahu, seolah-olah mereka menganggap ibadah itu masih terlalu sedikit. Kemudian mereka berkata-kata satu sama lain: di mana kita dilihat dari pribadi Rasulullah s.a.w. sedang dia diampuni dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang? Salah seorang di antara mereka berkata: Saya akan puasa sepanjang tahun dan tidak akan berbuka. Yang kedua mengatakan: Saya akan bangun malam dan tidak tidur. Yang ketiga berkata: Saya akan menjauhkan diri dari perempuan dan tidak akan kawin selama-lamanya. Maka setelah berita itu sampai kepada Nabi s.a.w. ia menjelaskan tentang kekeliruan dan tidak lurusnya jalan mereka, dan ia bersabda: 'Saya adalah orang yang kenal Allah dan yang paling takut kepadaNya, namun tokh saya bangun malam, juga tidak, saya berpuasa, juga berbuka, dan saya juga kawin dengan perempuan. Oleh karena itu barangsiapa tidak suka kepada sunnahku, maka dia bukan dari golonganku.'" (Riwayat Bukhari)
Said bin Abu Waqqash berkata:
"Rasulullah s.a.w. menentang Usman bin Madh'un tentang rencananya untuk membujang. Seandainya beliau mengizinkan, niscaya kamu akan berkebiri." (Riwayat Bukhari)
Dan Rasulullah juga menyerukan kepada para pemuda keseluruhannya supaya kawin, dengan sabdanya sebagai berikut:
"Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah mampu kawin, maka kawinlah; karena dia itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan." (Riwayat Bukhari)
Dari sini, sebagian ulama ada yang berpendapat: bahwa kawin itu wajib hukumnya bagi setiap muslim, tidak boleh ditinggalkan selama dia mampu.
Sementara ada juga yang memberikan pembatasan --wajib hukumnya-- bagi orang yang sudah ada keinginan untuk kawin dan takut dirinya berbuat yang tidak baik.
Setiap muslim tidak boleh menghalang-halangi dirinya supaya tidak kawin karena kawatir tidak mendapat rezeki dan menanggung yang berat terhadap keluarganya. Tetapi dia harus berusaha dan bekerja serta mencari anugerah Allah yang telah dijanjikan untuk orang-orang yang sudah kawin itu demi menjaga kehormatan dirinya.
Janji Allah itu dinyatakan dalam firmanNya sebagai berikut:
"Kawinkanlah anak-anak kamu (yang belum kawin) dan orang-orang yang sudah patut kawin dari hamba-hambamu yang laki-laki ataupun hamba-hambamu yang perempuan. Jika mereka itu orang-orang yang tidak mampu, maka Allah akan memberikan kekayaan kepada mereka dari anugerahNya." (an-Nur 32)
Sabda Rasulullah s.a.w.:
"Ada tiga golongan yang sudah pasti akan ditolong Allah, yaitu: (1) Orang yang kawin dengan maksud untuk menjaga kehormatan diri; (2) seorang hamba mukatab7 yang berniat akan menunaikan; dan (3) seorang yang berperang di jalan Allah." (Riwayat Ahmad, Nasa'i, Tarmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim)
f. Menikah Itu Ciri Khas Makhluk Hidup
Selain itu secara filosofis, menikah atau berpasangan itu adalah merupakan ciri dari makhluq hidup. Allah SWT telah menegaskan bahwa makhluq-makhluq ciptaan-Nya ini diciptakan dalam bentuk berpasangan satu sama lain.
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah.(QS. Az-Zariyat : 49)
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.(QS. Yaasin : 36)
Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan binatang ternak yang kamu tunggangi.(QS. Az-Zukhruf : 12)
Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita.(QS. An-Najm : 45)
Hukum Menikah Dengan Pasangan Zina
I. Zina Yang Semakin Sering Terjadi
Seringkali kita dapati di masa sekarang ini pasangan muda yang melakukan zina. Barangkali mereka tidak berniat pada awalnya untuk berzina. Namun karena keteldoran dan tidak mengindahkan larangan untuk berkhalwat dan seterunya, maka mereka menjadi sasaran empuk jerat syetan sehingga tanpa disadari terjerumuslah mereka ke zina yang diahramkan.
Faktanya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak remaja, pada usia dini sudah terjebak dalam perilaku reproduksi tidak sehat, diantaranya adalah seks pra nikah. Dari data-data yang ada menunjukkan:
Antara 10 -31% (N=300 di setiap kota) remaja yang belum menikah di 12 kota besar di Indonesia menyatakan pernah melakukan hubungan seks (YKB,1993).
27% remaja laki-laki dan 9% remaja perempuan di Medan (15-24 tahun) mengatakan sudah pernah melakukan hubungan seksual (Situmorang, 2001)
75 dan 100 remaja yang belum menikah di Lampung dilaporkan sudah pernah melakukan hubungan seks (studi PKBI, tahun 1997)
Di Denpasar Bali, dari 633 pelajar SLTA kelas II, sebanyak 23,4% (155 remaja) mempunyai pengalaman hubungan seks, 27% putra dan 18% putri (Pangkahila, Wempie, Kompas, 19/09/1996)
Ada pergeseran nilai mengenai hubungan seksual sebelum nikah. Hal ini utamanya terjadi pada kaum perempuan. Bila sebelumnya ada anggapan bahwa hubungan seksual hanya dilakukan jika ada hubungan emosional yang dalam dengan lawan jenis, namun saat kini kondisi tersebut telah berubah. Hasil penelitian Shali dan Zeinik (Dusek, 1996) menunjukkan baliwa 79,1% kaun perempuan (usia antara 15-19 tahun) setuju dilakukannya hubungan seksual walaupun tidak ada rencana untuk menikah; 54,7% setuju hanya bila ada rencana menikah; dan 10,7% tidak setuju adanya hubungan seksual sebelum menikah.
Namun demikian, perilaku seksual remaja sebenarnya tidak hanya terbatas pada jenis hubungan seksual sebelum nikah, tetapi perilaku seksual yang lain, misalnya petting (90% remaja terlibat pada "light" petting, 80% remaja terilbat pada "heavy" petting); dan masturbasi, menunjukkan frekuensi yang tinggi pula.
II. Haramnya Aborsi
Pilihan yang paling konyol adalah mengaborsi anak yang terlanjur tumbuh dalam janin. Padahal aborsi ini selain dilaknat Allah dan agama, juga sangat beresiko besar kepada keselamatan seorang wanita.
Selain itu praktek aborsi adalah pelangaran hukum dimana bila ada seseorang ikut membantu proses aborsi di luar nikah yang syah, bisa dijerat dengan hukum. (silahkan baca mata kuliah Fiqih Kontemporer pada judul Hukum Aborsi).
III. Hukum Menikahi Pasangan Zina
Pilihan lainnya adalah menikahi pasangan zina yang terlanjur hamil itu. Namun bagaimana hukumnya dari sudut pandang syariah ? Bolehkah menikahi wanita yang telah dizinai ?
Ada sebuah ayat yang kemudian dipahami secara berbeda oleh para ulama. Meski pun jumhur ulama memahami bahwa ayat ini bukan pengharaman untuk menikahi wanita yang pernah berzina.
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mu`min. (QS. An-Nur : 3)
Lebih lanjut perbedaan pendapat itu adalah sbb :
1. Pendapat Jumhur (mayoritas) ulama
Jumhurul Fuqaha mengatakan bahwa yang dipahami dari ayat tersebut bukanlah mengharamkan untuk menikahi wanita yang pernah berzina.
Bahkan mereka membolehkan menikahi wanita yang pezina sekalipun. Lalu bagaimana dengan lafaz ayat yang zahirnya mengharamkan itu ?
Para fuqaha memiliki tiga alasan dalam hal ini. Dalam hal ini mereka mengatakan bahwa lafaz `hurrima` atau diharamkan di dalam ayat itu bukanlah pengharaman namun tanzih (dibenci).
Selain itu mereka beralasan bahwa kalaulah memang diharamkan, maka lebih kepada kasus yang khusus saat ayat itu diturunkan.
Mereka mengatakan bahwa ayat itu telah dibatalkan ketentuan hukumnya (dinasakh) dengan ayat lainnya yaitu :
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. (QS> An-Nur : 32).
Pendapat ini juga merupakan pendapat Abu Bakar As-Shiddiq ra dan Umar bin Al-Khattab ra dan fuqaha umumnya. Mereka membolehkan seseorang untuk menikahi wanita pezina. Dan bahwa seseorang pernah berzina tidaklah mengharamkan dirinya dari menikah secara syah.
Pendapat mereka ini dikuatkan dengan hadits berikut :
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,`Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal`. (HR. Tabarany dan Daruquthuny).
Juga dengan hadits berikut ini :
Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,`Istriku ini seorang yang suka berzina`. Beliau menjawab,`Ceraikan dia`. `Tapi aku takut memberatkan diriku`. `Kalau begitu mut`ahilah dia`. (HR. Abu Daud dan An-Nasa`i)
2. Pendapat Yang Mengharamkan
Meski demkikian, memang ada juga pendapat yang mengharamkan total untuk menikahi wanita yang pernah berzina. Paling tidak tercatat ada Aisyah ra, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra` dan Ibnu Mas`ud. Mereka mengatakan bahwa seorang laki-laki yang menzinai wanita maka dia diharamkan untuk menikahinya. Begitu juga seorang wanita yang pernah berzina dengan laki-laki lain, maka dia diharamkan untuk dinikahi oleh laki-laki yang baik (bukan pezina).
Bahkan Ali bin abi Thalib mengatakan bahwa bila seorang istri berzina, maka wajiblah pasangan itu diceraikan. Begitu juga bila yang berzina adalah pihak suami. Tentu saja dalil mereka adalah zahir ayat yang kami sebutkan di atas (aN-Nur : 3).
Selain itu mereka juga berdalil dengan hadits dayyuts, yaitu orang yang tidak punya rasa cemburu bila istrinya serong dan tetap menjadikannya sebagai istri.
Dari Ammar bin Yasir bahwa Rasulullah SAW bersbda,`Tidak akan masuk surga suami yang dayyuts`. (HR. Abu Daud)
3. Pendapat Pertengahan
Sedangkan pendapat yang pertengahan adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau mengharamkan seseorang menikah dengan wanita yang masih suka berzina dan belum bertaubat. Kalaupun mereka menikah, maka nikahnya tidak syah.
Namun bila wanita itu sudah berhenti dari dosanya dan bertaubat, maka tidak ada larangan untuk menikahinya. Dan bila mereka menikah, maka nikahnya syah secara syar`i.
Nampaknya pendapat ini agak menengah dan sesuai dengan asas prikemanusiaan. Karena seseroang yang sudah bertaubat berhak untuk bisa hidup normal dan mendapatkan pasangan yang baik.
Seringkali kita dapati di masa sekarang ini pasangan muda yang melakukan zina. Barangkali mereka tidak berniat pada awalnya untuk berzina. Namun karena keteldoran dan tidak mengindahkan larangan untuk berkhalwat dan seterunya, maka mereka menjadi sasaran empuk jerat syetan sehingga tanpa disadari terjerumuslah mereka ke zina yang diahramkan.
Faktanya, berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak remaja, pada usia dini sudah terjebak dalam perilaku reproduksi tidak sehat, diantaranya adalah seks pra nikah. Dari data-data yang ada menunjukkan:
Antara 10 -31% (N=300 di setiap kota) remaja yang belum menikah di 12 kota besar di Indonesia menyatakan pernah melakukan hubungan seks (YKB,1993).
27% remaja laki-laki dan 9% remaja perempuan di Medan (15-24 tahun) mengatakan sudah pernah melakukan hubungan seksual (Situmorang, 2001)
75 dan 100 remaja yang belum menikah di Lampung dilaporkan sudah pernah melakukan hubungan seks (studi PKBI, tahun 1997)
Di Denpasar Bali, dari 633 pelajar SLTA kelas II, sebanyak 23,4% (155 remaja) mempunyai pengalaman hubungan seks, 27% putra dan 18% putri (Pangkahila, Wempie, Kompas, 19/09/1996)
Ada pergeseran nilai mengenai hubungan seksual sebelum nikah. Hal ini utamanya terjadi pada kaum perempuan. Bila sebelumnya ada anggapan bahwa hubungan seksual hanya dilakukan jika ada hubungan emosional yang dalam dengan lawan jenis, namun saat kini kondisi tersebut telah berubah. Hasil penelitian Shali dan Zeinik (Dusek, 1996) menunjukkan baliwa 79,1% kaun perempuan (usia antara 15-19 tahun) setuju dilakukannya hubungan seksual walaupun tidak ada rencana untuk menikah; 54,7% setuju hanya bila ada rencana menikah; dan 10,7% tidak setuju adanya hubungan seksual sebelum menikah.
Namun demikian, perilaku seksual remaja sebenarnya tidak hanya terbatas pada jenis hubungan seksual sebelum nikah, tetapi perilaku seksual yang lain, misalnya petting (90% remaja terlibat pada "light" petting, 80% remaja terilbat pada "heavy" petting); dan masturbasi, menunjukkan frekuensi yang tinggi pula.
II. Haramnya Aborsi
Pilihan yang paling konyol adalah mengaborsi anak yang terlanjur tumbuh dalam janin. Padahal aborsi ini selain dilaknat Allah dan agama, juga sangat beresiko besar kepada keselamatan seorang wanita.
Selain itu praktek aborsi adalah pelangaran hukum dimana bila ada seseorang ikut membantu proses aborsi di luar nikah yang syah, bisa dijerat dengan hukum. (silahkan baca mata kuliah Fiqih Kontemporer pada judul Hukum Aborsi).
III. Hukum Menikahi Pasangan Zina
Pilihan lainnya adalah menikahi pasangan zina yang terlanjur hamil itu. Namun bagaimana hukumnya dari sudut pandang syariah ? Bolehkah menikahi wanita yang telah dizinai ?
Ada sebuah ayat yang kemudian dipahami secara berbeda oleh para ulama. Meski pun jumhur ulama memahami bahwa ayat ini bukan pengharaman untuk menikahi wanita yang pernah berzina.
Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mu`min. (QS. An-Nur : 3)
Lebih lanjut perbedaan pendapat itu adalah sbb :
1. Pendapat Jumhur (mayoritas) ulama
Jumhurul Fuqaha mengatakan bahwa yang dipahami dari ayat tersebut bukanlah mengharamkan untuk menikahi wanita yang pernah berzina.
Bahkan mereka membolehkan menikahi wanita yang pezina sekalipun. Lalu bagaimana dengan lafaz ayat yang zahirnya mengharamkan itu ?
Para fuqaha memiliki tiga alasan dalam hal ini. Dalam hal ini mereka mengatakan bahwa lafaz `hurrima` atau diharamkan di dalam ayat itu bukanlah pengharaman namun tanzih (dibenci).
Selain itu mereka beralasan bahwa kalaulah memang diharamkan, maka lebih kepada kasus yang khusus saat ayat itu diturunkan.
Mereka mengatakan bahwa ayat itu telah dibatalkan ketentuan hukumnya (dinasakh) dengan ayat lainnya yaitu :
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. (QS> An-Nur : 32).
Pendapat ini juga merupakan pendapat Abu Bakar As-Shiddiq ra dan Umar bin Al-Khattab ra dan fuqaha umumnya. Mereka membolehkan seseorang untuk menikahi wanita pezina. Dan bahwa seseorang pernah berzina tidaklah mengharamkan dirinya dari menikah secara syah.
Pendapat mereka ini dikuatkan dengan hadits berikut :
Dari Aisyah ra berkata,`Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seseorang yang berzina dengan seorang wanita dan berniat untuk menikahinya, lalu beliau bersabda,`Awalnya perbuatan kotor dan akhirnya nikah. Sesuatu yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal`. (HR. Tabarany dan Daruquthuny).
Juga dengan hadits berikut ini :
Seseorang bertanya kepada Rasulullah SAW,`Istriku ini seorang yang suka berzina`. Beliau menjawab,`Ceraikan dia`. `Tapi aku takut memberatkan diriku`. `Kalau begitu mut`ahilah dia`. (HR. Abu Daud dan An-Nasa`i)
2. Pendapat Yang Mengharamkan
Meski demkikian, memang ada juga pendapat yang mengharamkan total untuk menikahi wanita yang pernah berzina. Paling tidak tercatat ada Aisyah ra, Ali bin Abi Thalib, Al-Barra` dan Ibnu Mas`ud. Mereka mengatakan bahwa seorang laki-laki yang menzinai wanita maka dia diharamkan untuk menikahinya. Begitu juga seorang wanita yang pernah berzina dengan laki-laki lain, maka dia diharamkan untuk dinikahi oleh laki-laki yang baik (bukan pezina).
Bahkan Ali bin abi Thalib mengatakan bahwa bila seorang istri berzina, maka wajiblah pasangan itu diceraikan. Begitu juga bila yang berzina adalah pihak suami. Tentu saja dalil mereka adalah zahir ayat yang kami sebutkan di atas (aN-Nur : 3).
Selain itu mereka juga berdalil dengan hadits dayyuts, yaitu orang yang tidak punya rasa cemburu bila istrinya serong dan tetap menjadikannya sebagai istri.
Dari Ammar bin Yasir bahwa Rasulullah SAW bersbda,`Tidak akan masuk surga suami yang dayyuts`. (HR. Abu Daud)
3. Pendapat Pertengahan
Sedangkan pendapat yang pertengahan adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal. Beliau mengharamkan seseorang menikah dengan wanita yang masih suka berzina dan belum bertaubat. Kalaupun mereka menikah, maka nikahnya tidak syah.
Namun bila wanita itu sudah berhenti dari dosanya dan bertaubat, maka tidak ada larangan untuk menikahinya. Dan bila mereka menikah, maka nikahnya syah secara syar`i.
Nampaknya pendapat ini agak menengah dan sesuai dengan asas prikemanusiaan. Karena seseroang yang sudah bertaubat berhak untuk bisa hidup normal dan mendapatkan pasangan yang baik.
Akhlaq Seorang Pemimpin
Suatu masyarakat dan bangsa akan disebut sebagai masyarakat dan bangsa yang maju manakala memiliki peradaban yang tinggi dan akhlak yang mulia, meskipun dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi masih sangat sederhana. Sedangkan pada masyarakat dan bangsa yang meskipun kehidupannya dijalani dengan teknologi yang modern dan canggih, tapi tidak memiliki peradaban atau akhlak yang mulia, maka masyarakat dan bangsa itu disebut sebagai masyarakat dan bangsa yang terbelakang dan tidak menggapai kemajuan.
Untuk bisa merwujudkan masyarakat dan bangsa yang berakhlak mulia dengan peradaban yang tinggi, diperlukan pemimpin dengan akhlak yang mulia. Khalifah Abu Bakar Ash Shiddik ketika menyampaikan pidato pertamanya sebagai khalifah mengemukakan hal-hal yang mencerminkan bagaimana seharusnya akhlak seorang pemimpin. Dalam pidato itu beliau mengemukakan: Wahai sekalian manusia, kalian telah sepakat memilihku sebagai khalifah untuk memimpinmu. Aku ini bukanlah yang terbaik diantara kamu, maka bila aku berlaku baik dalam melaksanakan tugasku, bantulah aku, tetapi bila aku bertindak salah, betulkanlah. Berlaku jujur adalah amanah, berlaku bohong adalah khianat. Siapa saja yang lemah diantaramu akan kuat bagiku sampai aku dapat mengembalikan hak-haknya, insya Allah. Siapa saja yang kuat diantaramu akan lemah berhadapan denganku sampai aku kembalikan hak orang lain yang dipegangnya, insya Allah. Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila aku tidak taat lagi kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajibanmu untuk taat kepadaku.
Dari pidato Khalifah Abu Bakar di atas, kita bisa menangkap keharusan seorang pemimpin untuk memiliki delapan sifat sebagai bagian dari akhlak yang mulia.
1. Tawadhu.
Secara harfiyah tawadhu artinya rendah hati, lawannya adalah tinggi hati atau sombong. Dalam pidatonya, Khalifah Abu Bakar tidak merasa sebagai orang yang paling baik, apalagi menganggap sebagai satu-satunya orang yang baik. Sikap tawadhu bagi seorang pemimpin merupakan sesuatu yang sangat penting. Hal ini karena seorang pemimpin membutuhkan nasihat, masukan, saran, bahkan kritik. Kalau ia memiliki sifat sombong, jangankan kritik, saran dan nasihatpun tidak mau diterimannya. Akibat selanjutnya adalah ia akan memimpin dengan hawa nafsunya sendiri dan ini menjadi sangat berbahaya. Karena itu kesombongan menjadi kendala utama bagi manusia untuk bisa masuk ke dalam surga. Karena itu, Allah Swt sangat murka kepada siapa saja berlaku sombong dalam hidupnya, apalagi para pemimpin. Sejarah telah menunjukkan kepada kita bagaimana Fir’aun yang begitu berkuasa dimata rakyatnya, tapi berhasil ditumbangkan dengan penuh kehinaan melalui dakwah yang dilakukan oleh Nabi Musa dan Harun as.
2. Menjalin Kerjasama.
Dalam pidato Khalifah Abu Bakar di atas, tercermin juga akhlak seorang pemimpin yang harus dimiliki yakni siap, bahkan mengharapkan kerjasama dari semua pihak, beliau mengatakan: “maka bila aku berlaku baik dalam melaksanakan tugasku, bantulah aku”. Ini berarti kerjasama yang harus dijalin antar pemimpin dengan rakyat adalah kerjasama dalam kebaikan dan taqwa sebagaimana yang ditentukan Allah Swt dalam firman-Nya: Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan (QS 5:2).
Seorang pemimpin tentu tidak mungkin bisa menjalankan tugasnya sendirian,sehebar apapun dirinya. Karenanya Rasulullah Saw telah menunjukkan kepada kitabagaimana beliau menjalin kerjasama yang baik, mulai dari membangun masjid diMadinah hingga peperangan melawan orang-orang kafir, bahkan dalam suatupeperangan yang kemudian disebut dengan perang Khandak, Rasulullah menerima dan melaksanakan pendapat Salman Al Farisi untuk mengatur strategi perang dengan cara menggali parit.
3. Mengharap Kritik dan Saran.
Seorang pemimpin, karena kedudukannya yang tinggi dan mulia dihadapan orang lain, iapun mendapatkan penghormatan dari banyak orang, kemana pergi selalu mendapatkan pengawalan yang ketat dan setiap ucapannya didengar orang sedangkan apapun yang dilakukannya mendapatkan liputan media massa yang luas. Dari sinilah banyak pemimpin sampai mengkultuskan dirinya sehingga ia tidak suka dengan kritik dan saran. Hal itu ternyata tidak berlaku bagi Khalifah Abu Bakar, maka sejak awal kepemimpinannya, ia minta agar setiap orang mau memberikan kritik dan saran dengan membetulkan setiap kesalahan yang dilakukan, Abu Bakar berpidato dengan kalimat: “Bila aku bertindak salah, betulkanlah”.
Sikap seperti ini dilanjutkan oleh Umar bin Khattab ketika menjadi Khalifah sehingga saat Umar mengeluarkan kebijakan yang meskipun baik maksudnya tapi menyalahi ketentuan yang ada, maka Umar mendapat kritik yang tajam dari seorang ibu yang sudah lanjut usia, ini membuat Umar harus mencabut kembali kebijakan tersebut. Kebijakan itu adalah larangan memberikan mahar atau mas kawin dalam jumlah yang banyak, karena bila tradisi itu terus berkembang hal itu bisa memberatkan para pemuda yang kurang mampu untuk bisa menikah.
4. Berkata dan Berbuat Yang Benar.
Khalifah Abu Bakar juga sangat menekankan kejujuran atau kebenaran dalam berkata maupun berbuat, bahkan hal ini merupakan amanah dari Allah Swt , hal ini karena manusia atau rakyat yang dipimpin kadangkala bahkan seringkali tidak tahu atau tidak menyadari kalau mereka sedang ditipu dan dikhianati oleh pemimpinnya. Dalam pidato saat pelantikannya sebagai khalifah, Abu Bakar menyatakan: Berlaku jujur adalah amanah, berlaku bohong adalah khianat.
Manakala seorang pemimpin memiliki kejujuran, maka ia akan dapat memimpin dengan tenang, karena kebohongan akan membuat pelakunya menjadi tidak tenang sebab ia takut bila kebohongan itu diketahui oleh orang lain yang akan merusak citra dirinya. Disamping itu, kejujuran akan membuat seorang pemimpin akan berusaha untuk terus mencerdaskan rakyatnya, sebab pemimpin yang tidak jujur tidak ingin bila rakyatnya cerdas, karena kecerdasan membuat orang tidak bisa dibohongi.
5. Memenuhi Hak-Hak Rakyat.
Setiap pemimpin harus mampu memenuhi hak-hak rakyat yang dipimpinnya, bahkan bila hak-hak mereka dirampas oleh orang lain, maka seorang pemimpin itu akan berusaha untuk mengembalikan kepadanya. Karena itu bagi Khalifah Abu Bakar, tuntutan terhadap hak-hak rakyat akan selalu diusahakannya meskipun mereka adalah orang-orang yang lemah sehingga seolah-olah mereka itu adalah orang yang kuat, namun siapa saja yang memiliki kekuatan atau pengaruh yang besar bila mereka suka merampas hak orang lain, maka mereka dipandang sebagai orang yang lemah dan pemimpin harus siap mengambil hak orang lain dari kekuasaannya. Akhlak pemimpin seperti ini tercermin dalam pisato Khalifah Abu Bakar yang menyatakan: “Siapa saja yang lemah diantaramu akan kuat bagiku sampai aku dapat mengembalikan hak-haknya, insya Allah”.
Akhlak yang seharusnya ada pada pemimpin tidak hanya menjadi kalimat-kalimat yang indah dalam pidato Khalifah Abu Bakar, tapi beliau buktikan hal itu dalam kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya sebagai seorang pemimpin. Satu diantara kebijakannya adalah memerangi orang-orang kaya yang tidak mau bayar zakat, karena dari harta mereka terdapat hak-hak bagi orang yang miskin.
6. Memberantas Kezaliman.
Kezaliman merupakan sikap dan tindakan yang merugikan masyarakat dan meruntuhkan kekuatan suatu bangsa dan negara. Karena itu, para pemimpin tidak boleh membiarkan kezaliman terus berlangsung. Ini berarti, seorang pemimpin bukan hanya tidak boleh bertindak zalim kepada rakyatnya, tapi justeru kezaliman yang dilakukan oleh orang lain kepada rakyatnyapun menjadi tanggungjawabnya untuk diberantas. Karenanya bagi Khalifah Abu Bakar, sekuat apapun atau sebesar apapun pengaruh pelaku kezaliman akan dianggap sebagai kecil dan lemah, dalam pidato yang mencerminkan akhlak seorang pemimpin, beliau berkata: “Siapa saja yang kuat diantaramu akan lemah berhadapan denganku sampai aku kembalikan hak orang lain yang dipegangnya, insya Allah”.
7. Menunjukkan Ketaatan Kepada Allah.
Pemimpin yang sejati adalah pemimpin yang mengarahkan rakyatnya untuk mentaati Allah Swt dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, iapun harus menunjukkan ketaatan yang sesungguhnya. Namun bila seorang pemimpin tidak menunjukkan ketaatannya kepada kepada Allah dan Rasul-Nya, maka rakyatpun tidak memiliki kewajiban untuk taat kepadanya. Dalam kaitan inilah, Khalifah Abu Bakar menyatakan dalam pidatonya: “Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila aku tidak taat lagi kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajibanmu untuk taat kepadaku”.
Dengan demikian, ketataan kepada pemimpin tidak bersifat mutlak sebagaimana mutlaknya ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, inilah diantara isyarat yang bisa kita tangkap dari firman Allah yang tidak menyebutkan kata taat saat menyebut ketataan kepada pemimpin (ulil amri) dalam firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan ulil amri diantara kamu (QS 4:59).
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan betapa penting bagi kita untuk memiliki pemimpin dengan akhlak yang mulia. Kerancuan dan kekacauan dengan berbagai krisis yang melanda negeri kita dan umat manusia di dunia ini karena para pemimpin dalam tingkat nagara dan dunia tidak memiliki akhlak seorang pemimpin yang ideal. Karenanya, saat kita memilih pemimpin dalam seluruh tingkatan di masyarakat jangan sampai memilih mereka yang tidak berakhlak mulia. wallohu a'lam.
Untuk bisa merwujudkan masyarakat dan bangsa yang berakhlak mulia dengan peradaban yang tinggi, diperlukan pemimpin dengan akhlak yang mulia. Khalifah Abu Bakar Ash Shiddik ketika menyampaikan pidato pertamanya sebagai khalifah mengemukakan hal-hal yang mencerminkan bagaimana seharusnya akhlak seorang pemimpin. Dalam pidato itu beliau mengemukakan: Wahai sekalian manusia, kalian telah sepakat memilihku sebagai khalifah untuk memimpinmu. Aku ini bukanlah yang terbaik diantara kamu, maka bila aku berlaku baik dalam melaksanakan tugasku, bantulah aku, tetapi bila aku bertindak salah, betulkanlah. Berlaku jujur adalah amanah, berlaku bohong adalah khianat. Siapa saja yang lemah diantaramu akan kuat bagiku sampai aku dapat mengembalikan hak-haknya, insya Allah. Siapa saja yang kuat diantaramu akan lemah berhadapan denganku sampai aku kembalikan hak orang lain yang dipegangnya, insya Allah. Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila aku tidak taat lagi kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajibanmu untuk taat kepadaku.
Dari pidato Khalifah Abu Bakar di atas, kita bisa menangkap keharusan seorang pemimpin untuk memiliki delapan sifat sebagai bagian dari akhlak yang mulia.
1. Tawadhu.
Secara harfiyah tawadhu artinya rendah hati, lawannya adalah tinggi hati atau sombong. Dalam pidatonya, Khalifah Abu Bakar tidak merasa sebagai orang yang paling baik, apalagi menganggap sebagai satu-satunya orang yang baik. Sikap tawadhu bagi seorang pemimpin merupakan sesuatu yang sangat penting. Hal ini karena seorang pemimpin membutuhkan nasihat, masukan, saran, bahkan kritik. Kalau ia memiliki sifat sombong, jangankan kritik, saran dan nasihatpun tidak mau diterimannya. Akibat selanjutnya adalah ia akan memimpin dengan hawa nafsunya sendiri dan ini menjadi sangat berbahaya. Karena itu kesombongan menjadi kendala utama bagi manusia untuk bisa masuk ke dalam surga. Karena itu, Allah Swt sangat murka kepada siapa saja berlaku sombong dalam hidupnya, apalagi para pemimpin. Sejarah telah menunjukkan kepada kita bagaimana Fir’aun yang begitu berkuasa dimata rakyatnya, tapi berhasil ditumbangkan dengan penuh kehinaan melalui dakwah yang dilakukan oleh Nabi Musa dan Harun as.
2. Menjalin Kerjasama.
Dalam pidato Khalifah Abu Bakar di atas, tercermin juga akhlak seorang pemimpin yang harus dimiliki yakni siap, bahkan mengharapkan kerjasama dari semua pihak, beliau mengatakan: “maka bila aku berlaku baik dalam melaksanakan tugasku, bantulah aku”. Ini berarti kerjasama yang harus dijalin antar pemimpin dengan rakyat adalah kerjasama dalam kebaikan dan taqwa sebagaimana yang ditentukan Allah Swt dalam firman-Nya: Tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan (QS 5:2).
Seorang pemimpin tentu tidak mungkin bisa menjalankan tugasnya sendirian,sehebar apapun dirinya. Karenanya Rasulullah Saw telah menunjukkan kepada kitabagaimana beliau menjalin kerjasama yang baik, mulai dari membangun masjid diMadinah hingga peperangan melawan orang-orang kafir, bahkan dalam suatupeperangan yang kemudian disebut dengan perang Khandak, Rasulullah menerima dan melaksanakan pendapat Salman Al Farisi untuk mengatur strategi perang dengan cara menggali parit.
3. Mengharap Kritik dan Saran.
Seorang pemimpin, karena kedudukannya yang tinggi dan mulia dihadapan orang lain, iapun mendapatkan penghormatan dari banyak orang, kemana pergi selalu mendapatkan pengawalan yang ketat dan setiap ucapannya didengar orang sedangkan apapun yang dilakukannya mendapatkan liputan media massa yang luas. Dari sinilah banyak pemimpin sampai mengkultuskan dirinya sehingga ia tidak suka dengan kritik dan saran. Hal itu ternyata tidak berlaku bagi Khalifah Abu Bakar, maka sejak awal kepemimpinannya, ia minta agar setiap orang mau memberikan kritik dan saran dengan membetulkan setiap kesalahan yang dilakukan, Abu Bakar berpidato dengan kalimat: “Bila aku bertindak salah, betulkanlah”.
Sikap seperti ini dilanjutkan oleh Umar bin Khattab ketika menjadi Khalifah sehingga saat Umar mengeluarkan kebijakan yang meskipun baik maksudnya tapi menyalahi ketentuan yang ada, maka Umar mendapat kritik yang tajam dari seorang ibu yang sudah lanjut usia, ini membuat Umar harus mencabut kembali kebijakan tersebut. Kebijakan itu adalah larangan memberikan mahar atau mas kawin dalam jumlah yang banyak, karena bila tradisi itu terus berkembang hal itu bisa memberatkan para pemuda yang kurang mampu untuk bisa menikah.
4. Berkata dan Berbuat Yang Benar.
Khalifah Abu Bakar juga sangat menekankan kejujuran atau kebenaran dalam berkata maupun berbuat, bahkan hal ini merupakan amanah dari Allah Swt , hal ini karena manusia atau rakyat yang dipimpin kadangkala bahkan seringkali tidak tahu atau tidak menyadari kalau mereka sedang ditipu dan dikhianati oleh pemimpinnya. Dalam pidato saat pelantikannya sebagai khalifah, Abu Bakar menyatakan: Berlaku jujur adalah amanah, berlaku bohong adalah khianat.
Manakala seorang pemimpin memiliki kejujuran, maka ia akan dapat memimpin dengan tenang, karena kebohongan akan membuat pelakunya menjadi tidak tenang sebab ia takut bila kebohongan itu diketahui oleh orang lain yang akan merusak citra dirinya. Disamping itu, kejujuran akan membuat seorang pemimpin akan berusaha untuk terus mencerdaskan rakyatnya, sebab pemimpin yang tidak jujur tidak ingin bila rakyatnya cerdas, karena kecerdasan membuat orang tidak bisa dibohongi.
5. Memenuhi Hak-Hak Rakyat.
Setiap pemimpin harus mampu memenuhi hak-hak rakyat yang dipimpinnya, bahkan bila hak-hak mereka dirampas oleh orang lain, maka seorang pemimpin itu akan berusaha untuk mengembalikan kepadanya. Karena itu bagi Khalifah Abu Bakar, tuntutan terhadap hak-hak rakyat akan selalu diusahakannya meskipun mereka adalah orang-orang yang lemah sehingga seolah-olah mereka itu adalah orang yang kuat, namun siapa saja yang memiliki kekuatan atau pengaruh yang besar bila mereka suka merampas hak orang lain, maka mereka dipandang sebagai orang yang lemah dan pemimpin harus siap mengambil hak orang lain dari kekuasaannya. Akhlak pemimpin seperti ini tercermin dalam pisato Khalifah Abu Bakar yang menyatakan: “Siapa saja yang lemah diantaramu akan kuat bagiku sampai aku dapat mengembalikan hak-haknya, insya Allah”.
Akhlak yang seharusnya ada pada pemimpin tidak hanya menjadi kalimat-kalimat yang indah dalam pidato Khalifah Abu Bakar, tapi beliau buktikan hal itu dalam kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya sebagai seorang pemimpin. Satu diantara kebijakannya adalah memerangi orang-orang kaya yang tidak mau bayar zakat, karena dari harta mereka terdapat hak-hak bagi orang yang miskin.
6. Memberantas Kezaliman.
Kezaliman merupakan sikap dan tindakan yang merugikan masyarakat dan meruntuhkan kekuatan suatu bangsa dan negara. Karena itu, para pemimpin tidak boleh membiarkan kezaliman terus berlangsung. Ini berarti, seorang pemimpin bukan hanya tidak boleh bertindak zalim kepada rakyatnya, tapi justeru kezaliman yang dilakukan oleh orang lain kepada rakyatnyapun menjadi tanggungjawabnya untuk diberantas. Karenanya bagi Khalifah Abu Bakar, sekuat apapun atau sebesar apapun pengaruh pelaku kezaliman akan dianggap sebagai kecil dan lemah, dalam pidato yang mencerminkan akhlak seorang pemimpin, beliau berkata: “Siapa saja yang kuat diantaramu akan lemah berhadapan denganku sampai aku kembalikan hak orang lain yang dipegangnya, insya Allah”.
7. Menunjukkan Ketaatan Kepada Allah.
Pemimpin yang sejati adalah pemimpin yang mengarahkan rakyatnya untuk mentaati Allah Swt dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, iapun harus menunjukkan ketaatan yang sesungguhnya. Namun bila seorang pemimpin tidak menunjukkan ketaatannya kepada kepada Allah dan Rasul-Nya, maka rakyatpun tidak memiliki kewajiban untuk taat kepadanya. Dalam kaitan inilah, Khalifah Abu Bakar menyatakan dalam pidatonya: “Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila aku tidak taat lagi kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajibanmu untuk taat kepadaku”.
Dengan demikian, ketataan kepada pemimpin tidak bersifat mutlak sebagaimana mutlaknya ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, inilah diantara isyarat yang bisa kita tangkap dari firman Allah yang tidak menyebutkan kata taat saat menyebut ketataan kepada pemimpin (ulil amri) dalam firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya) dan ulil amri diantara kamu (QS 4:59).
Dari uraian di atas dapat kita simpulkan betapa penting bagi kita untuk memiliki pemimpin dengan akhlak yang mulia. Kerancuan dan kekacauan dengan berbagai krisis yang melanda negeri kita dan umat manusia di dunia ini karena para pemimpin dalam tingkat nagara dan dunia tidak memiliki akhlak seorang pemimpin yang ideal. Karenanya, saat kita memilih pemimpin dalam seluruh tingkatan di masyarakat jangan sampai memilih mereka yang tidak berakhlak mulia. wallohu a'lam.
Saudara-saudara dalam Perjalanan
" Tidak ada jalan lain, kecuali jembatan itu harus dilalui untuk menuju surga. Tampilannya seperti ujian, tapi isinya adalah rahmat dan kenikmatan. Berapa banyak kenikmatan yang sungguh besar baru diperoleh setelah melalui ujian. " (Miftah Darus Sa'adah, 1/299)
Saudaraku,
Menempuh perjalanan bersama kafilah dakwah ini, pasti kita mengenal dan memiliki banyak saudara. Dalam komunitas inilah kita harus bersentuhan dengan ratusan, ribuan, bahkan jutaan karakter jiwa dari berbagai latar belakang, suku, keturunan, lingkungan sosial, pendidikan, kecenderungan, kebiasaan, kecerdasan dan seluruh aspek yang membentuk karakter pribadi masing-masing. Namun kafilah ini telah membingkai perbedaan-perbedaan tersebut dalam kesatuan visi aqidah dan misi perjuangan dakwah ilallah. Sehingga orang-orang itu menjadi ikhwanu thariq (rekan perjalanan) menuju ridha Allah. Merekalah yang akan menemani kita meretas perjalanan ini, mendaki gunung, menembus belukar, dan menyeberangi lautan.
Ingat saudaraku, Salah besar pendapat yang mengatakan para pengikut kafilah ini adalah makhluk suci, tak pemah bersalah, atau bahkan sangat minim sekali kealpaannya. Mungkin juga salah bila ada anggapan mereka adalah orang-orang yang memiliki akhlak ideal, sangat memelihara kebersihan hati, selalu penuh kharisma dan simpatik, jauh dari sifat mendahulukan kepentingan pribadi, dan sifat-sifat istimewa lainnya. Benar, kesalahan dan kealpaan para du'at harusnya lebih minim kuantitasnya ketimbang kesalahan orang awam. Namun memiliki anggapan bahwa mereka sangat ideal dan sangat jauh dari kemungkinan bersalah justru menyimpang dari karakter manusiawi yang telah Allah tentukan. Sebagaimana umumnya, para da' i itu juga manusia yang diciptakan Allah swt dengan segala kekurangannya. Karenanya, parameter paling pertama dalam menilai kesalahan para da' i adalah keyakinan yang utuh bahwa kesalahan itu adalah manusiawi belaka. Betapapun mereka memiliki kelebihan pemahaman dari orang lain. Jangan gunakan parameter malaikat. "Setiap anak Adam itu pasti bersalah," begitu pesan Rasulullah saw.
Maka, bagaimanapun keutamaan dan kelebihannya manusia, tetap tidak bisa bersih dari pengaruh latar belakang pendidikan keluarga, tabiat sosial masyarakat yang mengelilinginya, yang sering terlihat jelas pada kepribadiannya. Mustahil seseorang melepas total pengaruh itu meski dengan mujahadah yang sangat kuat.
Saudaraku,
Madu yang manis itu tidak keluar kecuali dari bagian belakang lebah. Bunga-bunga mawar yang harum juga biasanya dikelilingi banyak duri. Buah-buahan yang masak pun, baru bisa dipetik melalui jerih payah. Dan temyata, kenikmatan apapun harus diperoleh dengan menempuh berbagai kesulitan. Begitulah, perjalanan panjang menuju kondisi yang lebih baik. Perbaikan diri seorang juru dakwah pasti melalui proses yang berliku dan mungkin pahit. Kesalahan, kekeliruan dan kealpaan seorang juru da'wah pasti terjadi. Karena da'wah itu sendiri adalah proses perbaikan. "Tidak ada jalan lain, kecualijembatan itu harus - dilalui untuk menuju surga. Tampilannya seperti ujian, tapi isinya adalah rahmat dan kenikmatan. Berapa banyak kenikmatan yang sungguh besar baru diperoleh setelah melalui ujian." (Miftah' Darus Sa' adah, 1/299)
Saudaraku,
Kesalahan itu harus dihilangkan. Mengakui bahwa kesalahan itu sunnatul basyar (manusiawi), bukan berarti kita mengecilkan arti kesalahan. Bukan berarti juga kita tidak peduli untuk meluruskannya. Jangan terjebak pada logika kelompok jabariyah yang mengatakan bahwa manusia tidak dapat berbuat apa-apa, karena semuanya telah ditentukan oleh takdir Allah. Takdir Allah harus disikapi dengan takdir-Nya yang lain. Takdir yang buruk harus diantisipasi dengan takdir yang baik. Manusia meskipun berusaha, tapi pasti ia masih memiliki kemungkinan sisa aib dan endapan kesalahannya sendiri. Itulah yang dimaksud bahwa setiap anak adam itu pasti bersalah. Termasuk para nabi dan para rasul Allah.
Lihatlah apa yang dilakukan Musa as yang melempar alwah (batu altar) yang di dalamnya tertulis firman Allah swt sampai pecah. Musa as juga pernah mengkritik Tuhannya pada malam Isra Mi'raj dengan mengatakan, "Anak muda yang diutus setelahku, umatnya lebih banyak masuk surga dari umatku." Pada kesempatan lain, Musa as pernah memegang dan menarik janggut saudaranya, Harun. Namun ini semuanya tak mengurangi tingkat kemuliaannya di sisi Allah. Karena tugas yang diemban Musa, serta kesabarannya menghadapi musuh tak dapat ternoda hanya karena perkara seperti itu." (Miftah Darus Saadah)
Tapi tak ada gunanya menghadapi kesalahan dengan cacian tanpa dibarengi upaya ilaj (pengobatan). Ada beda antara sikap orang yang sekadar memiliki fahm (pemahaman) dengan yang membingkai pemahamannya dengan fikrah (pemikiran). Fahm hanya informasi tentang suatu kesalahan tanpa bisa memberi langkah untuk mencegahnya. Sementara bingkai fIkrah bukan hanya mengerti kesalahan tapi mampu menyodorkan alternatif kongkrit untuk mencegah bahaya kesalahan itu. Andai seseorang membuang kulit pisang di tengah jalan, fahm hanya akan memunculkan sikap menggerutu dan mengatakan bahwa sampah itu harusnya tidak dibuang di tempat tersebut karena berbahaya. Berbeda dengan seorang yang memiliki fikrah. Sampah kulit pisang itu akan diambilnya untuk menyelamatkan orang lain dari bahayanya. Selanjutnya, ia akan memberitahu orang yang membuangnya agar tidak mengulangi perbuatannya.
Saudaraku Dahulu, para salafushalih cukup puas dengan penilaian terhadap seseorang bila kebaikan-kebaikannya lebih dominan ketimbang keburukannya. Bahkan memang demikianlah yang menjadi timbangan di akhirat kelak. Yang lebih banyak kebaikannya akan mendapat ridha dan cinta-Nya, dan Allah ganti kebaikan itu dengan kebaikan. Sementara yang kebalikannya, bisa saja ada yang mendapat maaf-Nya.
Saudaraku, Ada empat sikap mendasar yang patut kita lakukan. Pertama, sibuk mencari kesalahan diri sendiri. Kedua, tidak mencari-cari kesalahan orang lain. "Beruntunglah orang yang disibukkan oleh aib dan kekurangannya sendiri, daripada aib dan kekurangan orang lain," kata Rasulullah saw. Ketiga, tidak menyebarluaskan kesalahan seorang bila kesalahan itu tidak diketahui orang banyak. Keempat, berusaha memaafkan kekeliruan yang dilakukan orang lain namun disertai upaya untuk memperbaikinya.
Empat tahapan ini bisa diperoleh dengan langkah muhasabatun nafs. Dengan muhasabah, seorang mukmin tidak akan sibuk mencari kesalahan orang lain. "Sikap men- cari kesalahan orang lain, sarna dengan seekor lalat yang hanya mencari bagian tubuh yang terluka, dan bau saja. Sementara ia meninggalkan bagian lain yang sehat." (Lubabul Albab, 448). Karenanya, Rasulullah bersabda, "Dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat." (Muttafaqun 'aIaih)
Saudaraku,
Renungkanlah firman Allah swt, "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb- nya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan- Nya..." (QS. Al Kahfi: 28).
Saudaraku,
Menempuh perjalanan bersama kafilah dakwah ini, pasti kita mengenal dan memiliki banyak saudara. Dalam komunitas inilah kita harus bersentuhan dengan ratusan, ribuan, bahkan jutaan karakter jiwa dari berbagai latar belakang, suku, keturunan, lingkungan sosial, pendidikan, kecenderungan, kebiasaan, kecerdasan dan seluruh aspek yang membentuk karakter pribadi masing-masing. Namun kafilah ini telah membingkai perbedaan-perbedaan tersebut dalam kesatuan visi aqidah dan misi perjuangan dakwah ilallah. Sehingga orang-orang itu menjadi ikhwanu thariq (rekan perjalanan) menuju ridha Allah. Merekalah yang akan menemani kita meretas perjalanan ini, mendaki gunung, menembus belukar, dan menyeberangi lautan.
Ingat saudaraku, Salah besar pendapat yang mengatakan para pengikut kafilah ini adalah makhluk suci, tak pemah bersalah, atau bahkan sangat minim sekali kealpaannya. Mungkin juga salah bila ada anggapan mereka adalah orang-orang yang memiliki akhlak ideal, sangat memelihara kebersihan hati, selalu penuh kharisma dan simpatik, jauh dari sifat mendahulukan kepentingan pribadi, dan sifat-sifat istimewa lainnya. Benar, kesalahan dan kealpaan para du'at harusnya lebih minim kuantitasnya ketimbang kesalahan orang awam. Namun memiliki anggapan bahwa mereka sangat ideal dan sangat jauh dari kemungkinan bersalah justru menyimpang dari karakter manusiawi yang telah Allah tentukan. Sebagaimana umumnya, para da' i itu juga manusia yang diciptakan Allah swt dengan segala kekurangannya. Karenanya, parameter paling pertama dalam menilai kesalahan para da' i adalah keyakinan yang utuh bahwa kesalahan itu adalah manusiawi belaka. Betapapun mereka memiliki kelebihan pemahaman dari orang lain. Jangan gunakan parameter malaikat. "Setiap anak Adam itu pasti bersalah," begitu pesan Rasulullah saw.
Maka, bagaimanapun keutamaan dan kelebihannya manusia, tetap tidak bisa bersih dari pengaruh latar belakang pendidikan keluarga, tabiat sosial masyarakat yang mengelilinginya, yang sering terlihat jelas pada kepribadiannya. Mustahil seseorang melepas total pengaruh itu meski dengan mujahadah yang sangat kuat.
Saudaraku,
Madu yang manis itu tidak keluar kecuali dari bagian belakang lebah. Bunga-bunga mawar yang harum juga biasanya dikelilingi banyak duri. Buah-buahan yang masak pun, baru bisa dipetik melalui jerih payah. Dan temyata, kenikmatan apapun harus diperoleh dengan menempuh berbagai kesulitan. Begitulah, perjalanan panjang menuju kondisi yang lebih baik. Perbaikan diri seorang juru dakwah pasti melalui proses yang berliku dan mungkin pahit. Kesalahan, kekeliruan dan kealpaan seorang juru da'wah pasti terjadi. Karena da'wah itu sendiri adalah proses perbaikan. "Tidak ada jalan lain, kecualijembatan itu harus - dilalui untuk menuju surga. Tampilannya seperti ujian, tapi isinya adalah rahmat dan kenikmatan. Berapa banyak kenikmatan yang sungguh besar baru diperoleh setelah melalui ujian." (Miftah' Darus Sa' adah, 1/299)
Saudaraku,
Kesalahan itu harus dihilangkan. Mengakui bahwa kesalahan itu sunnatul basyar (manusiawi), bukan berarti kita mengecilkan arti kesalahan. Bukan berarti juga kita tidak peduli untuk meluruskannya. Jangan terjebak pada logika kelompok jabariyah yang mengatakan bahwa manusia tidak dapat berbuat apa-apa, karena semuanya telah ditentukan oleh takdir Allah. Takdir Allah harus disikapi dengan takdir-Nya yang lain. Takdir yang buruk harus diantisipasi dengan takdir yang baik. Manusia meskipun berusaha, tapi pasti ia masih memiliki kemungkinan sisa aib dan endapan kesalahannya sendiri. Itulah yang dimaksud bahwa setiap anak adam itu pasti bersalah. Termasuk para nabi dan para rasul Allah.
Lihatlah apa yang dilakukan Musa as yang melempar alwah (batu altar) yang di dalamnya tertulis firman Allah swt sampai pecah. Musa as juga pernah mengkritik Tuhannya pada malam Isra Mi'raj dengan mengatakan, "Anak muda yang diutus setelahku, umatnya lebih banyak masuk surga dari umatku." Pada kesempatan lain, Musa as pernah memegang dan menarik janggut saudaranya, Harun. Namun ini semuanya tak mengurangi tingkat kemuliaannya di sisi Allah. Karena tugas yang diemban Musa, serta kesabarannya menghadapi musuh tak dapat ternoda hanya karena perkara seperti itu." (Miftah Darus Saadah)
Tapi tak ada gunanya menghadapi kesalahan dengan cacian tanpa dibarengi upaya ilaj (pengobatan). Ada beda antara sikap orang yang sekadar memiliki fahm (pemahaman) dengan yang membingkai pemahamannya dengan fikrah (pemikiran). Fahm hanya informasi tentang suatu kesalahan tanpa bisa memberi langkah untuk mencegahnya. Sementara bingkai fIkrah bukan hanya mengerti kesalahan tapi mampu menyodorkan alternatif kongkrit untuk mencegah bahaya kesalahan itu. Andai seseorang membuang kulit pisang di tengah jalan, fahm hanya akan memunculkan sikap menggerutu dan mengatakan bahwa sampah itu harusnya tidak dibuang di tempat tersebut karena berbahaya. Berbeda dengan seorang yang memiliki fikrah. Sampah kulit pisang itu akan diambilnya untuk menyelamatkan orang lain dari bahayanya. Selanjutnya, ia akan memberitahu orang yang membuangnya agar tidak mengulangi perbuatannya.
Saudaraku Dahulu, para salafushalih cukup puas dengan penilaian terhadap seseorang bila kebaikan-kebaikannya lebih dominan ketimbang keburukannya. Bahkan memang demikianlah yang menjadi timbangan di akhirat kelak. Yang lebih banyak kebaikannya akan mendapat ridha dan cinta-Nya, dan Allah ganti kebaikan itu dengan kebaikan. Sementara yang kebalikannya, bisa saja ada yang mendapat maaf-Nya.
Saudaraku, Ada empat sikap mendasar yang patut kita lakukan. Pertama, sibuk mencari kesalahan diri sendiri. Kedua, tidak mencari-cari kesalahan orang lain. "Beruntunglah orang yang disibukkan oleh aib dan kekurangannya sendiri, daripada aib dan kekurangan orang lain," kata Rasulullah saw. Ketiga, tidak menyebarluaskan kesalahan seorang bila kesalahan itu tidak diketahui orang banyak. Keempat, berusaha memaafkan kekeliruan yang dilakukan orang lain namun disertai upaya untuk memperbaikinya.
Empat tahapan ini bisa diperoleh dengan langkah muhasabatun nafs. Dengan muhasabah, seorang mukmin tidak akan sibuk mencari kesalahan orang lain. "Sikap men- cari kesalahan orang lain, sarna dengan seekor lalat yang hanya mencari bagian tubuh yang terluka, dan bau saja. Sementara ia meninggalkan bagian lain yang sehat." (Lubabul Albab, 448). Karenanya, Rasulullah bersabda, "Dan barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat." (Muttafaqun 'aIaih)
Saudaraku,
Renungkanlah firman Allah swt, "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabb- nya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan- Nya..." (QS. Al Kahfi: 28).
Langganan:
Komentar (Atom)
